Nusa Dua-TAMBANG. Perbankan nasional tampaknya belum berani mengambil peran banyak dalam pembangunan PLTU Batu Bara yang sedang digagas pemerintah secara masif lewat program 35.000 MW. Pasalnya, perbankan masih menilai bahwa situasi pasar tambang batu bara dunia masih belum membaik. Kondisi pasar domestik pun masih juga meragukan.
Sekretaris Perusahaan Grup Mandiri, Rohan Hafas Bank banyak hal yang menjadi pertimbangan perbankan dalam memberikan kredit pada investor PLTU Batu Bara. Salah satunya adalah kemampuan sebuah perusahaan untuk bertahan apabila nilai tukar rupiah semakin melemah. Jika perusahaan dirasa kurang mampu, perbankan pasti akan menyarankan mereka untuk mengurangi hutang.
“Kami punya indikator sendiri, ada mandiri institut yang melakukan kajian itu dari segi ekonomis, misalnya dolar sampai berapa, nasabahnya bagaimana, bank masih aman atau tidak. Kami juga kaji secara teknis, atau konsultasi dengan ahli batu bara. Perbankan kalau orang lagi ‘sakit’ ya pasti kabur,” ujarnya kepada Majalah TAMBANG, Jumat (12/6).
Berbanding terbalik dengan PLTU Batu Bara, pembangkit tenaga biomassa justru dinilai akan mendapatkan penilaian positif karena memiliki kecenderungan mendapatkan internal rate of return (IRR) yang lebih baik. Presiden Direktur PT Clean Power Indonesia (CPI), sebuah pengembang biomassa tenaga bambu di Kabupaten Bangli, Jaya Wahono meyakini IRR perusahaannya dapat meningkat maksimal 14,5%.
Hal itu mungkin terjadi lantaran kini pihaknya bersama PT PLN (Persero) sebagai pembeli listrik akan meneken perjanjian jual beli listrik (power purchasing agreement/PPA) yang baru dengan nilai Rp 1.725/KwH. Jumlah itu meningkat dari PPA sebelumnya yang hanya senilai Rp 975/KwH. “Dengan harga jual itu kami mendapatkan IRR yang lebih baik dan pembangunan akan dapat cepat selesai,” ujarnya.
Terkait hal itu, Rohan mengungkapkan, bahwa pembangkit biomassa yang IRR-nya bagus akan menarik perbankan untuk memberikan pinjaman, Namun, perbankan akan mempertimbangkan hal lain, seperti kondisi pasar dan keberlanjutannya. Jangan sampai di tengah jalan, muncul lagi pembangkit energi terbarukan yang lebih murah dari biomassa.
“Jangan-jangan kayak batu akik atau antorium, dulu kan pernah ada buah jarak. Kalau terbukti sustained pasti perbankan berebut. Saya kurang tahu apakah Bank Mandiri sudah kasih atau belum (ke biomassa),” ujarnya.
Proses Integrated Coal Gasification Combined Cycle Power Plant adalah satu-satunya sistem untuk pembangkit listrik dengan bahanbaku batubara yang ramah lingkungan dan biaya operasional yang paling rendah dari semua pembangkit listrik batubara yang ada. Pintra adalah salah satu perusahaan pioner dibidang itu. Dengan operasional cost yang sangat rendah dan menghasilkan energi listrik yang besar serta pembangkit listrik yang ramah lingkungan maka Pintra’s ICGCCPP siap mewujudkannya.