Jakarta-TAMBANG. Seiring dengan pemanfaatan gas yang semakin besar, kebutuhan gas nasional terus meningkat. Sayangnya ini tidak diimbangi dengan peningkatan pasokan karena berbagai masalah mulai dari kapasitas produksi, ketersediaan infrastruktur sampai pada persoalan harga. Oleh karenanya Pemerintah membuka kemungkinan untuk mengimpor gas demi pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Menurut Ketua Unit Pengendalian Kinerja Kementrian ESDM, Widyawan Prawiraatmaja ke depan kebutuhan gas akan meningkat tidak hanya dari kalangan industri tetapi juga dari sektor ketenagalistrikan. Salah satunya dari program 35 ribu MW yang dicanangkan Pemerintahan Joko Widodo, ada 11 sampai 12 ribu MW berasal dari gas.
“Dari 35 MW yang dicanangkan, 11-12 ribu MW akan menggunakan gas. Sehingga diperkirakan akan membutuhkan gas sebanyak 1k2 mmscfd,”terang Widyawan di Jakarta, Kamis (9/4).
Dengan semakin tingginya tingkat konsumsi gas, Pemerintah mulai memikirkan kemungkinan mengimpor gas. “Namun ini semua masih dalam tahapan wacana sambil melihat kondisi ke depannya,”terang Widyawan.
Jika dilihat data sebenarnya secara perlahan pasokan gas untuk kebutuhan dalam negeri sudah cukup besar. Data menerangkan bahwa alokasi gas untuk kebutuhan domestic sudah sekitar 55,7% sementara sisanya kurang lebih 44,3% untuk ekspor.
Dari jumlah tersebut sebagian besar dialokasikan untuk kebutuhan listrik dan pabrik pupuk. Sementara untuk industri belum menjadi prioritas utama, sehingga ketika industri membutuhkan lebih besar maka sumbernya bisa datang dari impor. Belum lagi untuk rumah tangga (city gas) dan transportasi serta untuk pemanfaatan yang memiliki nilai tambah yang paling tinggi.
Dalam peta jalan Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030 disebutkan bahwa pertumbuhan rata-rata kebutuhan gas dari tahun 2015-2020 adalah 6% per tahun. Kemudian dari tahun 2020-2025 sebesar 7% per tahun dan 2025-2030 sebesar 5% per tahun.
Di sana disebutkan gas bumi dioptimalkan pemanfaatannya dan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan energi, seperti peningkatan kebutuhan yang cukup signifikan pada 2015-2025 karena gas bumi dioptimalkan penggunaannya di dalam negeri, baik sebagai bahan bakar maupun bahan baku industri serta sebagai jembatan untuk mempersiapkan penggunaan teknologi yang lebih bersih seperti energi baru dan terbarukan.
Pada 2025-2050, kebutuhan gas bumi mengalami perlambatan karena diharapkan energi baru dan terbarukan memiliki peran lebih besar, terutama untuk sektor kelistrikan dan transportasi.
Sementara itu, gas bumi diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan energi yang memberikan penciptaan nilai tambah lebih tinggi terutama sektor industri.
Kementerian ESDM meyakini potensi cadangan gas Indonesia masih dapat bertahan 59 tahun lagi dengan cadangan gas mencapai 170 TSCF dan produksi per tahun mencapai 2,87 TSCF. Perkiraan potensi itu didasarkan status pada 2008.
Pada 2014, total pasokan gas Indonesia mencapai 6.970 MMScfd yang berasal dari pasokan eksisting 6.764 MMSCFD dan pasokan project 206 MMscfd. Tahun berikutnya, pasokan eksisting mengalami penurunan 106 MMscfd menjadi 6.658 MMscfd dan pasokan project meningkat 704 MMscfd menjadi 910 MMscfd. Pada 2015, terdapat pasokan potensial senilai 1 MMscfd, sehingga total pasokan gas mencapai 7.569 MMscfd.
Dilihat dari sisi kebutuhan, total demand gas tahun 2014 mencapai 9.4949 MMscfd yang terdiri dari kontrak domestic sebesar 4.549 MMscfd, ekspor 3.409 MMscfd, domestic committed 1.346 MMscfd, ekspor committed 156 MMscfd dan potential demand 34 MMscfd.
Pada 2015, permintaan gas mencapai 9.613 MMscfd, terdiri dari domestic contracted 4.624 MMscfd, ekspor 2.711 MMscfd, domestic committed 1.863 MMscfd, ekspor committed 195 MMscfd dan potensial demand 220 MMscfd.
Dari gambaran pasokan dan kebutuhan gas pada 2014 dan 2015, terlihat adanya selisih yang cukup tajam. Pada 2014, selisih pasokan dan kebutuhan gas mencapai 2.524 MMscfd dan pada 2015 turun menjadi 2.044 MMscfd karena turunnya ekspor.