Jakarta,TAMBANG. Indonesia merupakan salah satu pemain penting untuk komoditi timah di pasar global. Negara ini menjadi pengekspor timah terbesar dunia. Perannya ke depan akan semakin penting setelah timah menjadi salah satu komponen bahan baku energi baru terbarukan yang ramah lingkungan. Hal ini juga sejalan dengan rencana pemerintah Indonesia yang akan membangun pabrik baterai litium yang bakal digunakan untuk kendaraan listrik.
Meski bukan menjadi bahan utama buat industri baterai, timah digadang-gadangkan akan menjadi salah bahan baku yang diincar lantaran mengandung komponen untuk memproduksi baterai. Namun, produsen timah harus sigap dan mampu menangkap peluang ini dengan melakukan diversifikasi produk lewat kegiatan hilirisasi.
Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi mengatakan sebagai sumber daya alam strategis yang tidak terbarukan, sudah saatnya timah diolah dan tidak lagi dijual dalam bentuk mentah. Dengan adanya rencana pemerintah untuk membangun pabrik baterai menjadi peluang untuk pemain komoditas timah memanfaatkan kesempatan ini.
“Timah sebagai sumber daya alam strategis harus bisa melakukan diversifikasi produk tidak hanya menjual timah yang harganya tidak setinggi ketika bisa menjual produk lainnya. Salah satunya produk hilir yang bisa digunakan sebagai komponen untuk bahan baku baterai yang akan dikembangkan di Indonesia,” ungkap Fahmy.
Ia menambahkan jika produk hilirisasi timah bisa menjadi komponen untuk pembuatan baterai bisa direalisasikan, hal ini tidak hanya memberikan nilai tambah produk saja, namun juga memberikan kontribusi dalam pengembangan mobil listrik di Indonesia dan juga baterai. Hal ini akan berujung pada peningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Paradigma tentang komoditas timah yang hanya gali lalu ekspor ini yang harus diubah, tapi harus bisa melakukan diversifikasi produk, misalnya produk sampingan. Ini perlu dilakukan yang diawali dengan riset dan pengembangan, peluang ini harus ditangkap pemain komoditas timah baik BUMN maupun swasta,” sambugnya.
Menurutnya, saat ini timah yang merupakan mineral strategis yang tidak diperbaharui dan dengan potensi yang masih dimiliki saat ini, harus dengan cepat dilakukan hilirasasi produk sebelum sumber daya timah ini habis.
Sayangnya, menurutnya pemerintah belum terlalu serius dalam mengelola timah. Hal ini terlihat dari beberapa kebijakan yang dinilai belum sepenuhnya mendukung hilirasasi produk timah.
“Timah itu kekayaan alam yang harus dikelola negara, ini bisa dilakukan dengan BUMN sebagai representasi negara. Saya melihat timah sebagai industri strategis. Sejak awal dukungan penuh pemerintah pada komoditas ini belum tampak, tidak seperti industri tambang lainnya seperti nikel atau emas, itu kan perhatian sangat kuat sekali,” tambah Fahmy.
Ia menilai, sudah saatnya komoditas timah harus mendapat perhatian serius dengan potensi mineral yang dimiliki. Percepatan produk hilirasi timah harus segera dilakukan sebelum habis, dan hal ini perlu dukungan pemerintah misalnya dengan regulasi yang kuat untuk hilirasasi produk timah.
“Kalau nikel sudah ada regulasi yang melarang ekspor nikel tanpa diolah dan dimurnikan di smelter di Indonesia, ini menunjukkan perhatian pemerintah untuk menurunkan eskpor nikel dalam bentuk mentahnya. Saya juga berharap ada regulasi yang melarang timah di eskpor tanpa diolah misalnya jangan hanya dalam betuk balokan tapi diolah, tapi ini enggak ada,” jelasnya.
Ia melanjutkan dalam rangka untuk mengubah paradgima komoditas timah gali lalu ekspor ini perlu dipaksa melalui regulasi yang melarang ekspor timah mentah, harus diolah menghasilkan produk turunan dan ini perlu dipaksa melalui regulasi, tentunya harus ada dukungan pemerintah.
Dengan menjadi salah satu komponen bahan baku baterai, menurutnya konsumsi timah di dalam negeri akan semakin meningkat dan nilai tambah produk timah akan semakin beragam. Kebutuhan timah di dunia juga cukup tinggi sebagai bahan baku elektronik dan teknologi lainnya.
“Timah ini mineral strategis yang harus mendapat perhatian serius, dan harus ada produk diversifikasi,” pungkasnya.