Jakarta-TAMBANG. Pengamat energi Sofyano Zakaria mengingatkan Pemerintah untuk bijak dalam memutuskan harga BBM. Ia pun mencontohkan beberapa negara yang ketika harga turun malah menaikan harga BBM. Harga minyak dunia yang turun telah memberi dampak pada keuangan beberapa negara penghasil besar. Sebut saja Venezuela dan juga Arab Saudi yang selama dikenal sebagai salah satu negara penghasil dan pengeksport minyak terbesar bermasalah dengan fiskal negaranya. Salah satu langkah yang dipilih malah menaikan harga jual BBM ke masyarakat.
Venezuela misalnya telah menaikan harga BBM setara 6000 % dari harga jual sebelumnya sementara Arab Saudi menaikan sebesar 40%. Hal ini menunjukkan bahwa negara produsen minyak sekalipun dengan jumlah rakyat tidak sebanyak Indonesia mengalami kesulitan fiskal dan harus berani mengambil kebijakan menaikan harga jual BBM.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang terbilang banyak, ditambah jumlah kendaraan yang juga sangat sangat serta terus bertambah, ditambah lagi dengan kenyataan bahwa Indonesia adalah negara pengimpor minyak yang sekitar 50% tentu akan terpapar masalah dengan fiskal dan atau keuangan negara.
SKK Migas sudah resmi mengumumkan ke publik bahwa untuk tahun 2015, biaya produksi minyak negeri ini mengalami kerugian ratusan juta dollar. Artinya cost recovery untuk memproduksi minyak mentah lebih tinggi dibanding harga jualnya. Harga minyak dunia memang telah terbukti turun, tetapi jika kita memonitor data harga minyak dari hari ke hari, ternyata harga minyak dunia tidak selalu turun. Harga minyak dalam beberapa bulan terakhir ini bergerak turun dan naik walau kenaikannya tidak drastis.
Melihat situasi yang demikian pengamat energi Sofyano Zakaria meminta Pemerintah untuk bersikap secara bijak dan cerdas. Secara khusus terkait kebijakan yang dibuat tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. “Artinya penentuan harga jual BBM tidak selalu harus menggunakan pendekatan ekonomi saja perlu adanya pricing policy yang mengacu kepada kebijakan energi nasional yang rasional dan “membumi” sejiwa dengan keadaan dan kebutuhan bangsa ini,”kata Sofyano yang juga Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi).
Menurut Sofyano, sikap bijak dari pemerintah dalam menyikapi anomalinya harga minyak dunia harusnya dengan upaya menentukan harga jual BBM dalam posisi yang stabil. Harga BBM yang stabil akan memberikan kepastian kepada rakyat dan khususnya kepada pelaku pasar yang merupakan elemen utama dari perekonomian negeri ini.
Oleh karena itu, Pemerintah harus memiliki data yang valid yang berasal dari survey yang akurat yang bisa digunakan untuk melahirkan penetapan harga bbm. Pemerintah tidak harus larut dalam tuntutan segelintir masyarakat yang “berkemampuan” bersuara karena “suara” itu perlu dibuktikan merupakan suara orang banyak.Pemerintah harus yakin, jika ada desakan agar harga BBM diturunkan apakah akan berdampak besar terhadap daya beli masyarakat atau seharusnya ini dikaitkan dengan inflasi. Apakah jika harga BBM diturunkan otomatis hal itu akan menurunkan tingkat inflasi. Inflasi harus selalu menjadi tolok ukur dalam perekonomian dan kebijakan yang akan dilakukan.
Sementara jika Pemerintah akan menaikan harga jual BBM, maka acuan utamanya yang harus diperhatikan Pemerintah adalah kenaikan itu apakah akan meningkatkan inflasi. Berapa besar kenaikan inflasi tersebtut.
Rakyat negeri ini sudah membuktikan bahwa harga bbm pernah diturunkan oleh Pemerintah, namun ternyata penurunan harga BBM tersebut tidak serta merta diikuti turunnya harga harga bahan pokok juga tarif transportasi darat.
Contoh lain yang jadi perhatian publik pula bahkan ketika harga avtur yang notabenenya adalah BBM non subsidi juga turun harganya, ternyata juga tidak membuat tarif penerbangan ikut turun. Padahal menteri perhubungan negeri ini pernah teriak teriak mengeluhkan mahalnya harga jual avtur yang ditetapkan bumn Pertamina.
Artinya sepanjang Pemerintah tidak memiliki “kekuasaan dan kemampuan” dalam mengendalikan harga-harga komoditas lain katakanlah harga sembako dan tarif angkutan yang terkait erat dengan kewenangan pemerintah, maka turunnya harga BBM hanya memberi dampak dan “menguntungkan” hanya terhadap golongan dan pihak tertentu saja bukan terhadap masyarakat banyak. Bukan terhadap seluruh rakyat.
Pemerintah harus menyadari, ketika menurunkan harga bbm bisa dipastikan tidak akan menuai reaksi dan protes. Tetapi, ketika pemerintah membuat kebijakan menaikan harga bbm sekecil apapun, pasti serta merta menuai reaksi dan protes keras walau publik nyaris mahfum bahwa protes itu terkadang disuarakan oleh pihak pihak tertentu saja yang biasanya selalu ingin bersuara lain.
Sebaliknya ketika harga diturunkan dan publik juga berharap harga harga komoditas lainnya ikut turun, maka khususnya bagi pihak yang diuntungkan dengan turunnya harga bbm tersebut dengan keras akan bereaksi dengan segala argumentasi bahwa penurunan harga bbm tidak ada pengaruhnya dengan harga harga komoditas lain sehingga mereka tidak akan menyikapi turunnya harga bbm dengan menurunkan harga dari bisnis yang ia geluti.
Pemerintah harusnya lebih bersikap bijak dengan tetap menjaga stabilitas harga. Naik atau turunnya harga bbm pasti akan menimbulkan dampak. Kestabilan harga BBM lebih banyak manfaatnya ketimbang membuat kebijakan yang hanya menimbulkan ketidakstabilan dan hal ini akan lebih banyak mudharatnya.