Beranda Mineral Pengamat: Harga Saham Divestasi Freeport Kemahalan

Pengamat: Harga Saham Divestasi Freeport Kemahalan

Jakarta-TAMBANG. PT Freeport Indonesia (PTFI) telah mengajukan panawaran divestasi saham 10,64% dengan nilai US$1,7 miliar. Dari hasil valuasi pihak PTFI nilai 100% sahamnya sebesar US$16,2 miliar.  Menurut Budi Santoso dari  Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirus) harga saham tersebut kemahalan.

 

Budi kemudian memaparkan beberapa data keuangan untuk menjelaskan pendapatnya. Menurutnya asset PT Freeport Indonesia pada tahun 2014 senilai US$9,1 miliyar. Sementara liabilities atau hutang yang harus dibayar sebesar US$3,4 miliar. Sedangkan equity pada 2014  senilai US$5,7 miliar. Kemudian ROE 8,75% dengan profit margin 16,33% atau senilai US$500 juta dibanding tahun 2013 senilai US$784 juta.

 

Dengan data keuangan seperti itu menurut Budi jika net profit dalam lima tahun ke depan sama dengan tahun 2014 artinya US$500 juta x 5 akan menjadi US$2500 juta atau 2013 maka akumulasi net profit cuma US$3,92 miliar dan angka ini belum dihitung dengan discount. Lalu kemudian ditambah dengan asset 2014 akan menjadi US$13miliar. “Jadi nilai  keseluruhan saham PT Freeport Indonesia senilai US$16,2 miliar terlalu besar. Dengan demikian nilai saham 10,64% sebesar US$1,7 miliar juga terlalu besar,”kata Budi.

 

Budi Santoso kemudian mengingatkan Pemerintah untuk mempertimbangkan beberapa hal dalam memutuskan pembelian saham divestasi ini. Menurutnya dalam 1,5 tahun ke depan Freeport masih akan lebih banyak melakukan pengembangan. Ini akan berpengaruh pada keuntungan dan profit yang berkurang. Apalagi dalam 4 tahun terakhir Freeport tidak membayar deviden dan ini bisa terjadi selama 5 tahun mendatang.

 

“Selain itu mineral bukan milik penambang sebelum membayar kewajibannya. Jadi proyeksi nilai tidak bisa memasukan nilai emasnya dan di perhitungannya tidak bisa di luar dari cakupan izin yang diberikan yakni lebih dari tahun 2021,”kata Budi.

 

Pemerintah juga punya kemungkinan untuk tidak melanjutkan izin pengusahaan grasmber ke Freeport. Jangan sampai Pemerintah tersandera oleh pembelian sahamnya yang belum balik, akhirnya terpaksa memperpanjang izin operasi Freeport. “Selain itu saham Pemerintah yang masih kecil (minoritas) bisa kalah dalam setiap kebijakan perusahaan,”lanjut Budi.

 

Dengan pertimbangan yang demikian menurut Budi Pemerintah harus benar-benar mengkaji divestasi ini dan paling penting yang dikedepankan adalah aspek manfaat yang maksimal bagi negara.

 

Terkait dengan rencana BUMN yang ingin membeli saham Budi sangat mendukung langkah tersebut. “Saya kira bagus tetapi penentuan harganya jangan sampai hanya menguntungkan Freeport,”kata Budi.

 

Kini saatnya Pemerintah melakukan evaluasi atas harga saham yang ditawarkan. Dan semua tentu berharap agar lebih mengutungkan bangsa dan negara.