Jakarta,TAMBANG,- Perusahan listrik plat merah PT PLN (Persero) mencatat kenaikan penjualan listrik sebesar 8,42 persen secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi 65,42 Terra Watt hour (TWh) pada kuartal 1 2022. Kenaikan konsumsi listrik ini dinilai jadi sinyal positif pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19. Disisi lain, kenaikan konsumsi listrik ini akan berdampak terhadap kebutuhan batu bara PLN yang harus dilakokasikan dalam kebijakan DMO bulanan ditengah harga batu bara global yang terus mengalami peningkatan.
Perhari ini, harga batu bara dipasar global sudah mencapai US$ 334 per MT. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terjadinya kelangkaan pasokan batu bara bagi PLTU karena disparitas harga yang tinggi dengan harga beli PLN yaitu US$ 70 per MT . Demikian disampaikan Mamit Setiawan, Direktur Executive Energy Watch dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/8).
“Disparitas harga yang tinggi menyebabkan selisih antara pendapatan ekspor batubara GAR 4600 dibandingkan dengan menjual ke PLN bagi para penambang sangat besar. Kita hitung dengan Indonesia Coal Price bulan Agustus 2022 GAR 4600 adalah sebesar US$ 94,19 per MT, kita kurangi harga beli PLN US$ 70 per MT lalu selisihnya dikalikan Rp 14.500 maka besaran selisihnya adalah Rp 24,5 M untuk setiap kapal vessel 70 ribu MT,” ungkap Mamit
Besarnya selisih tersebut membuat pemasok enggan untuk melanjutkan kontrak mereka dengan PLN, apalagi jika gagal pasok maka pemasok akan dikenai pinalti yang besarnya 10x lipat dibandingkan apabila tidak berkontrak dengan PLN. Hal ini sesuai dengan formulasi untuk denda dan pembayaran kompensasi dalam Keputusan Menteri ESDM No 13 Tahun 2022 Tentang Pedoman Pengenaan Sanksi Administratif, Pelarangan Penjualan Batu bara ke Luar Negeri, Dan Pengenaan Denda Serta Dana Kompensasi Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri.
“Timpangnya besaran pinalti yang dikenakan kepada penambang sebagaimana yang diatur dalam KepMen ESDM No 13/2022 dimana penambang yang berkontrak dengan PLN akan terkena pinalti berupa denda yakni sebesar harga pasar ekspor dikurangi harga batubara dengan patokan HBA US$ 70. Sedangkan untuk pembayaran kompenasi hanya berdasarakan HBA dengan tarif kompensasi tertinggi US$ 18 per MT untuk batubara dengan GAR 3800 – 5000 yang besarannya lebih rendah dari denda yang dibayarkan pemasok yang berkontrak dengan PLN,”jelas Mamit
Oleh karena itu, Mamit mendorong agar pemerintah perlu segera melalukan revisi KepMen ESDM No 13/2022 tersebut agar prinsip keadilan bagi produsen batubara di Indonesia bisa berjalan dengan baik.
“Revisi tersebut harus segera dilakukan agar rasa keadilan bagi seluruh produsen batubara, jangan sampai karena aturan denda yang besar produsen enggan berkontrak dengan PLN. Selain itu, jangan terucap lebih baik bayar kompensasi tapi masih untung besar daripada berkontrak dengan PLN sudah membantu demi merah putih dan perekonomian nasional tapi klo ada kegagalan malah di denda dengan jumlah yang besar,”ujar Mamit
Selain melalui revisi KepMen ESDM 13/2022, salah satu upaya untuk menjaga pasokan batubara bagi PLN adalah dengan segera disahkannya BLU batubara. Melalui disahkan BLU batubara, maka asas keadilan, gotong royong dan menjaga daya beli masyarakat bisa tercapai. “BLU saya kira solusi terkait dengan security of supply bagi kebutuhan batu bara bagi PLN sehingga pasokan batu bara bagi sektor kelistrikan nasional terjamin aman. Melalui implementasi BLU maka akan tercipta kepastian yaitu PLN tetap membeli dengan harga US$ 70 per MT dan yang kedua selisih harga pasar dikurangi US$ 70 per MT dibayarkan langsung oleh BLU kepada para penambang dimana BLU akan mendapatkan dana dari iuran yang dibayarkan secara gotong royong oleh seluruh penambang batubara sesuai dengan volume penjualan dan nilai kalori batubara,” urai Mamit.
Melalui implementasi BLU, menurut Mamit akan tercipta ekosistem industri batubara yang sehat dan berkesinambungan. Melalui BLU, beban fiscal yang harus ditanggung oleh pemerintah tidak bertambah serta menjaga tarif dasar listrik.
“Bagi PLN,BLU membuat pasokan batubara menjadi terjamin, BPP tidak mengalami kenaikan serta tidak ada resiko arus keuangan. Bagi produsen batubara, kehadiran BLU membuat tidak ada lagi distorsi harga dan seluruh penambang gotong royong memikul beban kewajiban DMO. Bagi masyarakat pastinya akan mendapatkan kehadalan pasokan listrik dengan tarif listrik yang terjangkau,”ujar Mamit.
Mengingat pentingnya fungsi BLU tersebut, Mamit meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk segera mensahkan peraturan terkait posisi BLU ini.
“Jangan sampai pasokan HOP bagi PLN terus berkurang dan bisa berpotensi menimbulkan gangguan terhadap pasokan listrik, baru kita ramai untuk mensahkan peraturan soal BLU ini. Lebih baik sedia payung sebelum hujan turun,”pungkas Mami