Jakarta,TAMBANG,- Selain soal saham PI yang disebut belum diselesaikan, Pemerintah Kabupaten Mimika, Propinsi Papua juga meminta PT Freeport Indonesia (PI) menyelesaikan masalah dengan masyarakat adat Amungme dan Komoro. Disampaikan bahwa PT Freeport Indonesia diminta segera menyelesaikan masalah pengambilalihan lahan untuk tambang di wilayah Namungkawe dan pertambangan Grasberg baik open pit maupun underground (bawah tanah). Hal ini sudah berlangsung lama sejak tahun 1967 ketika perusahaan mulai menambang.
“Kami paham bahwa permasalah saham bukan tanggung jawab Freeport, tetapi MIND ID. Kami tidak tagih saham kepada Freeport, tetapi kepada MIND ID. Namun, saya perlu ingatkan bahwa masyarakat pemilik hak ulayat akan menagih ganti rugi lahan kepada Freeport Indonesia. Kompensasi atas lahan yang sudah digunakan sejak tahun 1967 sampai sekarang. Penyelesainnya belum tuntas sampai sekarang”, ungkap Bupati Mimika, Eltinus Omaleng dalam siaran pers yang diterima www.tambang.co.id (27/4).
Ditegaskan pula bahwa hal ini sekaligus menyangga pernyataan Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama sebelumnya yang mengatakan, urusan PT Freeport Indonesia dan pemerintah kabupaten Mimika sudah selesai. Di sana dikatakan juga porsi saham 7% yang diserahkan ke pemerintah daerah Papua dibagikan secara proporsional 3% untuk pemerintah provinsi Papua dan 4 % untuk pemerintah Kabupaten Mimika.
Eltinus mengatakan, dirinya selalu ikut dalam proses renegosiasi kontrak Freeport dengan pemerintah sejak awal. Hasilnya, pemerintah daerah Papua baik provinsi dan kabupaten mendapat 10% saham Freeport Indonesia. Dari 10% saham itu, 3 % saham untuk pemerintah provinsi Papua dan 7% untuk pemerintah kabupaten Mimika.
“Yang benar pemerintah kabupaten Mimika akan mendapat 7 % saham Freeport yang hingga kini belum dieksekusi oleh MIND ID. Pemerintah kabupaten Mimika juga tidak memahami mengapa MIND ID sangat lamban mengekesekusi 7 % saham ini, padahal, proses divestasi saham sudah berlangsung sejak 2019 silam”, ungkap Eltinus.
Eltinus mengatakan, pemerintah kabupaten Mimika bukan hanya menagih saham kepada MIND ID dan pemerintah pusat. Namun mewakili masyarakat adat terus menuntut ganti rugi lahan yang sudah masuk wilayah tambang Freeport. “Alam kami banyak emas dan tembaga, datanya miliaran ton kah, tembaga juga sangat berlimpah. Oleh karena itu, emas dan tembaga yang Freeport sudah tambang di atas tanah masyarakat adat wajib hukumnya untuk ada kompensasi. Ini perjuangan kami sejak Freeport ada di bumi Cendrawasih. Saya tegaskan bahwa kami akan selalu ingat dan tidak akan pernah lupa, sehingga kami akan terus menuntut kompensasi atas tanah kami”, katanya lagi.
Eltinus mengatakan, Freeport Indonesia jangan pernah berpikir bahwa setelah divestasi 51% saham Freeport selesai. Masalah dengan masyarakat adat belum tuntas. Divestasi 51 % saham adalah kewajiban yang harus diikuti Freeport sebagai perusahaan tambang mengikuti perintah UU No.3 Tahun 2020, Tentang Mineral dan Batubara. Divestasi 51% adalah kewajiban Freeport terhadap pemerintah Republik Indonesia, bukan kepada masyarakat adat pemilik hak ulayat. “Masalah antara Freeport dan masyarakat adat selesai jika Freeport sudah membayar kompensasi atas tanah kami”tegas Eltinus.