Beranda Event Pemerintah Tegaskan Komitmen Hilirisasi Di Hadapan Pengusaha Metalurgi

Pemerintah Tegaskan Komitmen Hilirisasi Di Hadapan Pengusaha Metalurgi

Jakarta, TAMBANG – Pemerintah menegaskan kembali soal komitmen hilirisasi. Seruan tersebut disampaikan di hadapan pelaku usaha pengolahan mineral dalam ajang pameran Metalurgi Conference and Expo di Jakarta, Rabu (7/8).

 

Deputi III Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Maritim, Ridwan Djamaluddin menuturkan, saat ini sumber daya mineral di Indonesia, utamanya nikel, masih diposisikan sebagai komoditas ekspor. Nikel belum sepenuhnya dioptimalkan sebagai modal pembangunan negara, diolah menjadi produk hilir di dalam negeri.

 

“Kita masih banyak ekspor mineral, kita mengejar hilirisasi. Untuk meningkatkan nilai tambah dari industri ini, semua aktor harus memegang komitmen yang sama,” ungkap pria yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) itu saat menjadi pembicara kunci dalam ajang pameran tersebut.

 

Menurutnya, konflik tarik ulur antara semangat hilirisasi dengan relaksasi, sampai saat ini masih kuat berseberangan.

 

Kata Ridwan, Pemerintah berkomitmen tetap akan memberlakukan larangan ekspor mineral mentah pada tahun 2022 mendatang.

 

“Kalau sekarang ditanya, mau hilirisasi atau relaksasi, kita akan hilirisasi,” tegas Ridwan.

 

Model percontohan industri metalurgi yang dinilai sukses, merealisasikan agenda peningkatan nilai tambah, sambung Ridwan, salah satunya adalah PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), kawasan pabrik pengolahan nikel yang berdiri di Sulawesi Tengah dengan nilai investasi mencapai USD7 miliar lebih.

 

Menurutnya, saat Pemerintah membuka keran relaksasi ekspor pada tahun 2017 lalu, para investor yang sudah memberanikan diri menggelontorkan dana di Morowali itu, sempat menyatakan komplain keberatan.

 

“Kita harus intropeksi, apa sih yang masih kurang dari Pemerintah. Seolah-olah kita mau hilirisasi tapi yang mau relaksasi masih banyak. Pemerintah kadang tidak tegas. Sekarang mari kita ambil sikap, hilirisasi merupakan prioritas Pemerintah,” bebernya.

 

Guna mendorong pertumbuhan bisnis pengolahan, Kemenko Kemaritiman kini sedang melakukan upaya sinkronisasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK). Keduanya akan meninjau ulang definisi terak sisa pengolahan yang masih digolongkan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

 

Pasalnya, di beberapa segmen industri metalurgi, terak merupakan bahan limbah yang bisa didaur ulang menjadi produk bernilai ekonomis.

 

“Saya berupaya dengan KLHK untuk memikirkan kembali definisi limbah B3, ini berkaitan dengan aktivitas kita. Semoga ada jalan keluar,” pungkas Ridwan.