Jakarta, TAMBANG – Pemerintah saat ini tengah mempersiapkan 16 proyek Carbon Capture and Storage/Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS/CCUS). Dijelaskan, teknologi penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon ini akan beroperasi sebelum tahun 2030.
“Saat ini terdapat 16 proyek CCS/CCUS di Indonesia yang masih tahap studi dan persiapan, dan sebagian besar ditargetkan beroperasi sebelum 2030,” ujar Direktur Teknik dan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Mirza Mahendra dalam keterangan resmi, Selasa (7/2).
Selain bisa mereduksi emisi gas buang, teknologi mutakhir ini juga dapat menjadi solusi peningkatan produksi minyak dan gas (migas) untuk mendukung target 1 juta barel per hari minyak bumi dan 12 miliar kaki kubik per hari gas bumi tahun 2030.
Menurut Mirza, Kementerian ESDM telah menyiapkan rancangan Peraturan Menteri terkait Penyelenggaraan CCS/CCUS yang saat ini masih tahap harmonisasi antar Kementerian.
“Yang paling signifikan yaitu CCUS Tangguh BP Berau yang telah mendapatkan persetujuan Plan of Development. Selain itu juga ada Pilot Test Huff and Puff CO2 Injection oleh Pertamina di Lapangan Jatibarang masih skala sumuran namun hasilnya sangat menggembirakan,” tambahnya.
Hal sama diungkapkan Anggota Komisi VII DPR-RI, Mulyanto. Kata dia, penerapan CCS/CCUS menjadi solusi penting untuk meningkatkan produksi migas nasional sekaligus mencapai target penurunan emisi karbon. Meski begitu, penerapan teknologi baru tersebut membutuhkan investasi yang tidak sedikit.
“Karena itu, perlu dukungan dan kemudahan atau fasilitasi dari pemerintah. (Insentif) Itu perlu diberikan kepada investor,” ujarnya, Senin (6/2).
Menurut dia, pengembangan teknologi CCS/CCUS untuk kegiatan produksi migas membutuhkan biaya besar karena peralatan yang diperlukan untuk implementasi masih harus impor.
Minyak dan gas bumi sendiri, lanjutnya, masih menjadi pilihan utama dalam menjaga ketahanan energi nasional, khususnya pada era transisi energi dari energi berbahan fosil menjadi energi baru dan terbarukan.
Pemerintah, kata Mulyanto, dapat mengkaji seluruh opsi yang ada yang paling tepat dan efisien dengan mempertimbangkan semua faktor. “Tentu ini semua mempertimbangan kondisi industri migas yang produksinya saat ini sudah turun,” pungkas dia.