Jakarta,TAMBANG,- Ditengah gencarnya Pemerintah mendorong hilirisasi produk tambang untuk mendapatkan nilai tambah muncul wacana terkait pembatasan produksi smelter berbasis pirometalurgi yakni nickel pig iron (NPI) dan ferronikel (NPI). Meski belum ada pengumuman resmi namun sudah ada beberapa langkah yang dilakukan Pemerintah.
Ini disampaikan Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif. Ia mengatakan bahwa Pemerintah tengah mengkaji rencana pembatasan smelter yang memproduksi nikel kelas dua. Bahkan itu sudah dibahas di tingkat Kementerian ESDM dan Kemenko Maritim dan Investasi.
“Pembahasan sudah dilakukan di Kemenko Marves antar Kementerian, pembahasan dengan Kementerian ESDM sudah dilakukan untuk masalah pembatasan pembangunan smelter yang berdasarkan pirometalurgi yang produknya ke arah NPI dan Fero Nikel,” ungkap Irwandy dalam diskusi Peningkatan Kapasitas Media Sektor Minerba, Rabu (8/3).
Irwandy menjelaskan pertimbangan utama dari rencana pembatasan smelter nikel kelas dua terkait dengan ketersediaan cadangan nikel untuk smelter dimaksud. Pertimbangannya mulai dari sumber daya, jumlah cadangan, dan serapan dari smelter.
“Sebagai contoh misalnya sekarang ini kalau kita lihat produk NPI ditambah FeNi itu kalau dijumlah keduanya kan gila gilan itu, kalau semuanya terjadi,” maka cadangan Indonesia akan cepat habis. Jangan sampai smelternya kesulitan mendapatkan bahan baku nikel saprolite,”tandasnya.
Irwandy mencontohkan untuk saat ini dengan smelter eksistien untuk produk NPI saja misalnya, dibutuhkan bijih nikel sebanyak 160 juta ton saprolit. Sedangkan apabila semua smelter kelas dua terbangun kebutuhan untuk bijih nikel kurang lebih mencapai 450 juta ton.
“Sementara cadangan nikel cuma 5,2 miliar ton bisa bayangkan bagaimana cadangan cepat habis kalau eksplorasi dan penemuan baru tidak ada. Jadi ini cukup kritis kondisinya kalau kita tidak mengambil satu langkah,” lanjutnya.
Mantan Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) ini mengatakan untuk pelaksanaannya saat ini masih menunggu data-data secara komprehensif. Mulai dari sumber daya, jumlah cadangan, hingga serapan dari smelter yang ada di RI.