Jakarta, TAMBANG – Pemerintah serius menggarap Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Cipanas yang terletak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Saat ini proyek baru tahap Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE).
PSPE Cipanas dilaksanakan oleh PT Daya Mas Geopatra Pangrango sesuai dengan Keputusan Menteri Investasi/Kepala BKPM a.n. Menteri ESDM tanggal 15 Juni 2022 dan berlaku selama 3 tahun.
Sumber daya panas bumi yang tersedia di wilayah PSPE Cipanas diperkirakan sebesar 85 Megawatt (MW) dengan rencana pengembangan proyek PLTP Cipanas yaitu sebesar 55 MW. PLTP Cipanas ditargetkan dapat beroperasi komersial pada tahun 2030.
Dengan asumsi satu rumah terpasang listrik 900 watt, maka PLTP Cipanas 55 MW diperkirakan dapat menjadi sumber listrik bagi kurang lebih 61 ribu kepala keluarga.
Saat ini, persiapan dan kegiatan PSPE Cipanas terus dilakukan, di mana saat ini sedang berjalan proses perizinan pemanfaatan ruang dan penyusunan dokumen lingkungan dan pelaksanaan sosialisasi kegiatan kepada masyarakat di sekitar Desa Cipandawa dan Sindangjaya. Adapun kegiatan survei geosains permukaan yang diagendakan pada Desember 2022 tertunda akibat bencana gempa yang terjadi di wilayah Cianjur.
Terkait bencana gempa yang terjadi di wilayah Cianjur, sesuai Laporan Tanggap Darurat Bencana Gerakan Tanah yang diterbitkan oleh Badan Geologi pada tanggal 29 November 2022, dapat disimpulkan bahwa gempa bumi Cianjur dengan magnitude 5,6 SR yang terjadi pada tanggal 21 November 2022 pukul 13:21:10 WIB memiliki episenter gempa yang berada pada koordinat 6,84 LS – 107,05 BT dan kedalaman 11 km.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa Cianjur merupakan gempa yang diduga diakibatkan oleh pergerakan sesar/patahan Cimandiri. Wilayah di Jawa Barat, termasuk Cianjur, berada dalam kawasan tektonik aktif dan kompleks yang menyebabkan kerawanan terjadinya gempa.
Lebih lanjut, BMKG menjelaskan bahwa tak hanya rawan gempa, wilayah Sukabumi, Cianjur, Lembang, Purwakarta dan Bandung secara tektonik merupakan kawasan seismik aktif dan kompleks sehingga wilayah tersebut sering terdampak oleh adanya gempa dangkal. Sehingga tidak tepat jika gempa Cianjur dikaitkan dengan aktivitas kegiatan panas bumi di wilayah Cipanas.
Menanggapi hal ini, Direktur Panas Bumi, Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Harris mengatakan bahwa dari hasil studi geosains, prospek panas bumi Cipanas berasosiasi dengan zona vulkanik yang berada di Kawasan Gunung Gede Pangrango.
“Kawasan Cipanas tidak berasosiasi dengan penyebab gempa Cianjur yang bersumber dari pergerakan patahan tektonik, yang diperkirakan berhubungan dengan sesar Cimandiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gempa Cianjur tidak berhubungan dengan aktivitas kegiatan PSPE Cipanas yang saat ini baru memulai kegiatan perizinan dan survei geosains permukaan,” ujar Harris dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (16/2).
Ia menambahkan bahwa pada lapangan yang telah beroperasi komersial seperti Kamojang, Darajat, Wayang Windu dan Salak, tidak dijumpai adanya korelasi antara aktivitas pemanfaatan panas bumi dengan terjadinya peristiwa gempa tektonik. Hingga saat ini kegiatan operasional panas bumi pada lapangan tersebut terus berlangsung baik dan aman.
Demi mewujudkan pemerataan energi terutama yang berasal dari energi bersih, Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM mengharapkan dukungan dari seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan agar kegiatan survei pendahuluan dan eksplorasi di Wilayah PSPE Cipanas dapat terealisasi. Hingga nantinya PLTP Cipanas dapat menjadi PLTP pertama yang dibangun dan beroperasi di Kabupaten Cianjur.
Melalui kegiatan panas bumi, ada banyak manfaat dan kontribusi positif yang dapat diperoleh, diantaranya penyediaan listrik ramah lingkungan, peningkatan investasi baik dari dalam maupun luar negeri, kontribusi fiskal, prospek panas bumi yang berada pada kawasan hutan dapat turut menjaga kelangsungan kelestarian keanekaragaman hayati, pengurangan emisi karbon dan penghematan penggunaan lahan infrastruktur ketenagalistrikan.
Kegiatan panas bumi di suatu wilayah juga akan mendorong peningkatan ekonomi daerah/lokal melalui tersedianya infrastruktur dan jalan akses yang dapat dilalui, terbukanya lapangan pekerjaan baru, peningkatan penerimaan daerah berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan bonus produksi, adanya peran serta badan usaha melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan/ Corporate Social Responsibility yang umumnya bersinergi dengan kegiatan masyarakat setempat sebagai katalis tumbuhnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).