Jakarta-TAMBANG. Salah satu hasil rapat tertutup Komisi VII DPR dengan PT Freeport Indonesia dan kemudian dilanjutkan dengan Dirjen Minerba pada Senin,(6/7) adalah terkait regulasi baru yang mengatur perpanjangan izin operasi pertambangan. Muncul opsi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu). Atau segera merevisi UU No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara.
Dirjen Minerba Bambang Gatot Aryono usai rapat menjelaskan bahwa ada kemungkinan untuk dilakukan revisi UU Minerba apalagi sudah masuk dalam prolegnas. “Nanti kita bahas lagi di sini, apakah jadi dilakukan revisi UU Minerba, Kan sudah masuk prolegnas, dan ada usulan Perpu. Nanti dilihat mana yang paling pas,”demikian kata Bambang Gatot di Gedung DPR, Senin (6/7).
Namun Bambang menegaskan semua yang nantinya dilakukan harus demi membenahi sektor minerba. “Kita lihat nanti ya, masih dibahas. Saat ini kami sedang mengidentifikasi permasalahan hukumnya seperti apa. Nantinya, tidak hanya menyelesaikan permasalahan Freeport tapi untuk permasalahan minerba,” lanjut Bambang Gatot Ariyono.
Bambang pun mengatakan bahwa salah satu aturan turunan yang sedang diidentifikasi terkait mekanisme pengajuan perpanjangan izin operasi pertambangan. Dalam ketentuan PP No.77 tahun 2014 ditegaskan bahwa perusahaan yang akan berakhir masa kontrak baru boleh mengajukan perpanjangan izin pertambangan dua tahun sebelum kontrak berakhir.
Kententuan ini telah membatasi ruang negosiasi PT Freeport Indonesia dengan Pemerintah terkait perpanjangan izin operasi pertambangan. Sesuai regulasi, Freeport baru boleh mengajukan permohonan perpanjangan izin operasi pertambangan pada tahun 2019. Sementara dengan alasan akan menggelontorkan dana investasi yang besar dalam beberapa tahun ke depan pihak Freeport menginginkan lebih cepat mendapat kepastian.
Jika Pemerintah ingin ada kemajuan maka salah satu langkah yang harus dilakukan adalah merevisi regulasi terkait perpanjangan izin operasi pertambangan. Karena jika tidak maka akan berpotensi melanggar aturan jika ada kesepakatan sebelum 2019. Di sisi lain jika tidak dilakukan sekarang mungkin saja perusahaan akan menahan diri untuk tidak melakukan investasi sampai ada kejelasan. Namun Bambang menegaskan untuk saat ini belum bisa memastikan perihal adanya perubahan pada ketentuan tersebut.
Sementara pihak DPR menilai bahwa revisi atas UU Minerba sudah menjadi kebutuhan. Salah satu alasan karena banyak amanat UU yang sudah dilanggar. Sebut saja renegosiasi kontrak karya dan PKP2B yang diberi waktu hanya setahun ternyata sampai tahun keenam pun baru satu yang menandatangani amandemen yakni PT Vale Indonesia. Perusahaan sekelah PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara sampai saat ini belum menandatangani amandemen kontrak karya.
Demikian juga dengan kewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian. Sampai 2014 atau lima tahun setelah UU Minerba diterbitkan tidak ada smelter yang dibangun. Kemudian diperpanjang sampai 2017. Sampai sekarang kemajuan pembangunan smelter Freeport baru 13,46%. Sementara PT Newmont Nusa Tenggara sudah mengatakan tidak ekonomis membangun smelter tembaga.
Ini juga yang disampaikan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha. Menurutnya sudah terlalu banyak pelanggaran atas UU tersebut. PT Freeport yang belum membangun smelter menurut tidak hanya kegagalan tetapi juga pelanggaran pelanggaran UU Minerba. Oleh karenanya revisi UU Minerba sudah harus dilakukan.
Pengamat pertambangan Budi Santoso mengingatkan Pemerintah untuk tidak tersandera oleh rencana investasi Freeport. “Pemerintah hendaknya tidak disandera oleh rencana membangun smelter dan dana US$15 miliar. Jangan sampai dengan alasan tersebut, Pemerintah mempercepat perpanjangan kontrak,”kata Budi.
Pembanguan smelter menurut Budi merupakan amanat UU Minerba dan seharusnya sudah dibangun lima tahun yang lalu. Oleh karenanya tidak ada alasan bagi Freeport meminta percepat perpanjangan kontrak dengan alasan membangun smelter. Budi menilai Freeport sebenarnya sudah banyak tidak memenuhi permintaan Pemerintah Indonesia termasuk soal smelter dan negosiasi kontrak. “Harusnya Pemerintah Indonesia bisa menjadikan presedent of event untuk tidak memperpanjang kontrak Freeport,”ungkap Budi yang sering disapa Disan ini.
Tidak hanya itu, Pemerintah juga diminta agar lebih berhati-hati mengambil kebijakan karena berpotensi melanggar aturan. Sejauh ini sesuai UU Minerba mekanisme perpanjangan kontrak dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama dengan status IUPK, perusahaan akan diperpanjang dengan status IUP yang hanya bisa 2×10 tahun. “Tidak bisa sekaligus 20 tahun. Atau Kontrak karya diputus, dikembalikan ke negara dan dikelola oleh negara, bisa juga diserahkan ke BUMN atau dilelang,”terang Disan sambil menambahkan tidak ada lagi alasan modal dan teknologi.