Bali, TAMBANG – Kementerian ESDM saat ini, tengah menyusun mekanisme transfer kuota untuk mendapatkan solusi mengatasi rendahnya suplai batu bara ke pasar domestik.
Rendahnya pasokan ini, berawal dari kewajiban perusahaan tambang batu bara memasok batu bara untuk pasar domestik, sebesar 25 persen dari kapasitas produksi. Hal ini diatur dalam kebijakan yang dikenal dengan Domestik Market Obligation (DMO). Berlaku untuk semua perusahaan tambang batu bara.
Hanya saja, dalam pelaksanaannya, tidak semua perusahaan bisa memenuhi kewajiban tersebut.
“Seperti diketahui tidak semua perusahaan bisa memenuhi kewajiban tersebut. Perusahaan skala kecil masalahnya kekurangan suplai, tidak kontinyu produksi sehingga menjadi masalah. Sejauh ini perusahaan-perusahaan yang speknya sesuai, produksinya kontinyu dan skala besar yang masih menjadi tulang punggung PLN,” terang Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Bambang Gatot Aryono, saat acara Coaltrans Asia Ke-24, di Bali (7/5).
Ia pun menjelaskan, Kementerian ESDM telah berbicara dengan Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) dan perusahaan tambang, terkait pemenuhan kebutuhan PLN. Sejauh ini menurut Bambang, kalangan pelaku usaha telah menyatakan dukungan sehingga sudah semakin baik.
Meski demikian, setelah melihat kenyataan ada perusahaan tambang yang tidak bisa memenuhi kewajiban tersebut, pemerintah pun mulai memikirkan tentang transfer kuota.
“Masih kita bicarakan. Karena ini harus ada keseimbangan antara kepentingan perusahaan yang membeli dan yang menjual. Masih dibicarakan dalam upaya mencari solusi terbaik. Tetapi intinya ini sharing burden dan tidak sharing profit. Karena kalau sharing profit akan besar sekali,” terang Bambang.
Bambang juga belum menjelaskan apakah nanti akan ditetapkan dalam satu regulasi atau diserahkan pada mekanisme pasar (bussines to bussines/B to B).
Sementara itu, Ketua Umum APBI Pandu Sjahrir mengaku, sepakat dengan pemerintah terkait transfer kuota sebagai sharing burden.
“Sepakat seperti disampaikan Pak Dirjen, bahwa ini lebih sebagai sharing burden. Memang sekarang sedang mencari equilibrium mana yang pas. Tetapi balik lagi keinginannya B to B,”kata Pandu.