Bogor, TAMBANG – Pemerintah tengah menggodok rancangan regulasi soal tata kelola tambang rakyat. Dalam rapat pembahasan kajian kebijakan yang digelar di Bogor, Senin (25/8), pemerintah melibatkan para penambang skala kecil yang ada di wilayah Jawa Barat.
Dalam rapat tersebut, Kasubdit Penyiapan Program Minerba Kementerian ESDM, Herry Permana mengatakan, para penambang ini diminta membeberkan secara rinci soal operasional penambangan yang selama ini dilakukan, mulai dari kegiatan hulu hingga hilir.
Tujuannya, supaya pemerintah mengetahui gambaran praktik teknis di lapangan. Sehingga, ketika pemerintah menerbitkan rambu-rambu soal tambang rakyat, aturannya dapat diimplementasikan.
“Kita ingin memformulasikan supaya penerbitan izin bisa cepat. Selama ini tambang rakyat termarginalkan, dianggap ilegal. Coba ini kita harmonisasikan,” ujar Herry.
Menurutnya, selama masa pendemi yang menyebabkan roda perekonomian lumpuh, tambang rakyat terbukti menjadi lini industri skala kecil yang sanggup bertahan.
Tambang rakyat mampu menjaga serapan tenaga kerja lokal di tengah hantaman dampak pandemi. Bahkan di beberapa tempat, penambang skala kecil ini justru mampu memberikan bantuan sembako, ambulans, fasilitas kesehatan, dan sebagainya.
Hal ini membuat pemerintah semakin yakin bahwa tambang rakyat memiliki potensi besar jika dibina dengan benar. Untuk itu, legalisasi tambang rakyat dan perangkat pengawasannya perlu segera disusun.
“Di tengah upaya pemulihan ekonomi pascapandemi, tambang rakyat mampu menciptakan lapangan kerja, yang pemerintah enggak perlu mengeluarkan anggaran. Kita sudah sepakat, penegakan hukum menjadi opsi terakhir, yang terpenting proses pembinaan terlebih dahulu.” ungkap Herry.
BACA JUGA : Tim Perumus Kebijakan Kunjungi Lokasi Tambang Rakyat Di Sukabumi
Lebih lanjut, melalui agenda tersebut, pemerintah meminta Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) untuk melakukan pemetaan komprehensif di seluruh lokasi tambang rakyat Jawa Barat. Pendataan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi titik koordinat tambang, jumlah pekerja, hasil produksi bulanan, potensi cadangan, proses pengolahan, hingga praktik penjualan.
“Kalau datanya lengkap, kita juga enak menyusun aturan dan road map ke depan. Ini akan kita mulai dulu dari Jawa Barat sebagai cetak biru. Kalau berhasil, bisa disusul di provinsi lainnya,” beber Herry.
Sebagai informasi, pemerintah memberikan perhatian khusus mengenai tambang rakyat dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 atau UU Minerba terbaru. Soal Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) misalnya, diberikan luasan maksimal 100 hektare dengan kedalaman maksimal 100 meter.
Sementara di UU Minerba sebelumnya, WPR diberikan luasan maksimal 25 hektare dengan kedalaman maksimal 25 meter. Perubahan ini digulirkan sebagai bentuk dukungan terhadap legalisasi tambang rakyat, yang selama ini dikategorikan sebagai kegiatan kriminal, dan belum ditemukan alternatif penyelesaiannya.
“Penerapan praktik penambangan yang baik atau good mining practices di tambang rakyat, hanya dua fokusnya, keselamatan kerja dan lingkungan. Ini berbeda dengan izin skala besar yang korporasi, ada enam pokok,” pungkas Herry.