Jakarta, TAMBANG – Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin mengatakan, pemerintah mendorong agar sumber daya mineral yang ada di dalam negeri, khususnya mineral kritis dan logam tanah jarang dapat diolah menjadi komponen serta bahan baku industri, di antaranya untuk infrastruktur, trasnportasi publik, industri baterai, serta membangun infrastruktur energi baru dan terbarukan (EBT).
Untuk merealisasikan itu, kata Ridwan, diperlukan eksplorasi yang masif untuk memantikan besaran sumber daya dan cadangan di tengah tantangan luasnya geografis Indonesia.
“Artinya, ketika kita bicara mengenai mineral untuk energi bersih, itu adalah sebuah langkah yang sejalan dengan upaya kita untuk menghasilkan energi yang baru dari yang selama ini digunakan sebagai bahan baku energi,” tutur Ridwan pada Webinar Seri Mineral for Renewable Energy – Green/Clean Energy, Selasa malam (14/9).
Menurutnya, Indonesia memegang komitmen terhadap pengembangan energi bersih dengan ikut menandatangani Paris Agreement dan turut meratifikasinya. Sehingga Indonesia memiliki tanggung jawab moral terhadap komunitas global, termasuk pada industri mineral.
Industri pertambangan kini tengah menuju arah yang sama, yakni berupaya untuk menjadi industri energi yang bersih dan ramah lingkungan.
“Kita akan mendorong eksplorasi yang lebih masif untuk mendapatkan sumber-sumber bahan baku yang lebih baik, yang secara teoritik ada di Indonesia. Namun tantangan kita, sebagaimana saat kita mengekplorasi sumber-sumber mineral yang lain, dengan konfigurasi geologi di Indonesia, eksplorasi kita tidak bisa sepenuhnya meniru apa yang dilakukan oleh negara lain, sehingga kita belum melakukan pendalaman yang sesuai dengan konfigurasi Indonesia,” jelasnya.
Saat ini Indonesia telah memiliki jenis-jenis mineral kritis dan logam tanah jarang yang berpotensi untuk dikembangkan. Telah banyak diskusi dan diskursus yang dilakukan untuk mendorong pemanfaatan mineral-mineral kritis ini.
“Hingga saat ini secara spesifik pemerintah belum memiliki rencana yang sangat khusus, termasuk regulasi pengembangan logam tanah jarang. Diskusi ini adalah untuk menyusun kerangka kerja besar itu, baik dalam konteks teknis maupun penyusunan regulasi” tutur Ridwan.
“Sehingga niat kita untuk mengubah paradigma industri pertambangan yang dikesankan tidak ramah lingkungan, menjadi industri yang ramah lingkungan, termasuk dalam konteks menghasilkan energi bersih. Kita sudah yakin pada konsep yang sudah berkembang, namun kita perlu menyusun kerangka kerja implementasi yang lebih nyata,” sambungnya.