Jakarta-TAMBANG. Limbah Pembangkit Listrik tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara sering kali menjadi persoalan lingkungan hidup. Meskipun demikian limbah PLTU berupa abu terbang (fly ash) dan abu mengendap (bottom ash) dapat dimanfaatkan secara optimal seerti pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM serius memperhatikan pemanfaatan limbah tersebut dengan bekerja sama dengan Japan Coal Energy Center (JCOAL). Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jarman pembangunan PLTU akan digalakkan hingga tahun 2025 mengingat komposisi bauran energi untuk pembangkit listrik dari batubara direncanakan mencapai 56,97% dari total pembangkit listrik. Kebutuhan batubara saat ini sebesar 87,7 juta ton untuk PLTU batubara.
Jumlah tersebut, ungkapnya, meningkat seiring dengan adanya program pemerintah 35.000 MW, sehingga untuk tahun 2019 diperkirakan kebutuhan batubara meningkat menjadi 166,2 juta ton. Jika limbah abu batubara fly ash dan bottom ash dihasilkan sekitar 5%, maka limbah yang dihasilkan mencapai 8,31 juta ton di tahun 2019.
“Angka 8,31 juta ton merupakan angka yang sangat banyak,” ungkap Jarman, Rabu (24/2).
Untuk mengatasi itu, Kementerian ESDM telah melakukan kesepakatan bersama (MoU) dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta Kementerian PUPR tentang kerjasama penelitian pengembangan teknologi serta percepatan pemanfaatan abu sisa pembakaran batu bara untuk pembangunan infrastruktur PUPR pada tanggal 16 Oktober 2015 lalu. Jarman mengatakan bahwa dalam waktu dekat akan ada perjanjian antar Eselon II agar perencanaan pemanfaatan limbah yang termasuk kedalam golongan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) tersebut dapat segera direalisasikan.