Jakarta-TAMBANG. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menghitung besaran anggaan yang dibutuhkan pemerintah untuk proyek pembangkit listrik berkapasitas 35.000 MW sekitar Rp1000 triliun dalam lima tahun ke depan. Rencananya, Anggaran tersebut akan berasal dari PT PLN (Persero) dan pihak swasta.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, Dedy S. Priatna, mengungkapkan kapasitas pembangkit listrik 2014 sebesar 50,7 Gigawatt (Gw) dengan rasio elektrifikasi 81,5%. “Target pertumbuhan ekonomi yang dipatok 6% sampai 7% pemerintahan baru akan menambah kapasitas pembangkit sekira 85,7 Gw dan rasio elektrifikasi 96,6% diakhir 2019,” terang dia, Senin (8/12).
Apabila dirinci, kata Dedy, pembangkit listrik ini akan dibangun oleh PLN dan pihak swasta. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang kelistrikan ini akan membangun pembangkit listrik berkapasitas 16,4 Gw (transmisi 50 ribu kms, jaringan distribusi 150 ribu kms). Sementara, pihak swasta kebagian 18,7 Gw (transmisi 360 kms).
“Kebutuhan investasinya dalam lima tahun ke depan, PLN sekitar Rp 545 triliun dan pihak swasta Rp 435 triliun,” tegasnya.
Namun kata Dedy, kemampuan investasi PLN ditambah DIPA selama lima tahun ke depan hanya sekirar Rp 205,6 triliun. Pemerintah maupun PLN, tambahnya, tentu harus menambal kekurangan anggaran supaya proyek bisa berjalan.
“Dari total kebutuhan investasi PLN, ada kekurangan sebesar Rp 339,4 triliun. Diharapkan ini datang dari anggaran pemerintah, yang sebagian dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) dan pinjaman atau penerusan pinjaman supaya kondisi keuangan PLN menjadi sehat,” terang dia.
Sementara, Direktur Energi, Telekomunikasi dan Informatika Bappenas, Jadhie J. Ardajat menuturkan investasi merupakan solusi paling mendesak untuk mengatasi krisis listrik atau potensi krisis listrik di Indonesia mengingat pertumbuhan ekonomi selalu meningkat.
“Kondisi PLN sudah kronis, karena kalau disuruh investasi tanpa PMN dan pinjaman dari pemerintah, DER-nya bisa semakin bengkak sekira 300% hingga 400%,” jelas dia.
Dikatakannya, pemerintah perlu menerapkan program penyehatan kondisi keuangan PLN, melalui berbagai cara. Pertama, lanjut Jadhie, penyesuaian tarif dasar listrik mencapai nilai keekonomiannya pada 2017 sesuai tarif yang mencerminkan kemampuan investasi PLN secara mandiri.
Langkah kedua, melalui peningkatan injeksi PMN. Dan ketiga, tambah dia, menerapkan subsidi yang semakin tepat sasaran hanya untuk pengguna di bawah 60 kWh per bulan.
Sebagai contoh, tutur Jadhie, penyesuaian tarif dasar listrik juga harus diberlakukan untuk pelanggan rumah tangga 450 kWh-900 kWh yang tidak mengalami kenaikan selama 10 tahun terakhir.
Sebelumnya, Bappenas pernah merinci rencana besar Presiden Jokowi dalam rangka mempercepat pembangunan pembangkit listrik yang ditargetkan mencapai 85,7 GW dengan rasio elektrifikasi 96,6% pada 2019. Sementara kapasitas pembangkit listrik tahun ini sebesar 50,7 GW dengan rasio elektrifikasi 81,5%.
Dengan pemetaan itu, konsumsi listrik per kapita Indonesia akan melonjak menjadi 1.200 kWh di 2019 dibanding realisasi tahun ini sekira 843 kWh.