JAKARTA – Penurunan harga bahan bakar minyak (BBM), khususnya solar dan premium yang saat ini ditentukan pemerintah, dinilai tidak serta menurunkan harga barang dan jasa lainnya meskipun harga minyak dunia terus menurun sehingga harga produksi BBM juga turun. Penurunan harga BBM justru makin dinikmati kelas menengah ke atas karena sebagian besar BBM dikonsumsi sektor transportasi.
“BBM transportasi lebih dari 50% dikonsumsi kelas menengah ke atas. Kalau pemerintah bisa melakukan intervensi pada barang dan jasa lain agar ketika BBM turun dan barang serta jasa lain ikut turun, boleh saja menurunkan harga BBM,” ujar Marwan Batubara, Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS) di Jakarta, Selasa.
Menurut Marwan, pemerintah tidak perlu buru buru menurunkan harga BBM, meskipun dari sisi kewajaran ketika harga minyak turun maka harga BBM juga seharusnya ikut turun. Apalagi sudah ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR bahwa peninjauan harga BBM dilakukan setiap tiga bulan.
“Nah sekarang kalau ada desakan termasuk dari DPR, bagaimana dengan kesepakatan yang sudah dibuat. Kita seolah-olah berjalan tanpa rambu yang jelas, sudah ada kesepakatan bersama lalu kemudian ketika harga minyak turun muncul desakan untuk segera turun,” ungkap dia.
Pada akhir Desember 2015, pemerintah dan DPR sepakat menurunkan harga BBM sesuai dengan keekonomian dan mulai berlaku pada 5 Januari 2016 dan akan dievaluasi pada tiga bulan ke depan. Harga premium pun turun Rp 200 per liter menjadi Rp 7.050 per liter untuk daerah Jawa Bali dan Rp 5.650 per liter untuk solar, turun Rp 300 dari sebelumnya Rp 5.950 per liter.
Awalnya, pemerintah berencana meninjau harga BBM sebulan sekali pada November 2014. Namun saat itu, banyak yang protes sehingga kemudian ada kesepakatan dengan DPR untuk meninjau harga setiap tiga bulan sekali.
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean mengatakan kondisi harga minyak dunia yang terjun bebas yang dikaitkan dengan harga BBM memang sebuah dilema. Pasalnya, kalau dilihat setiap penurunan harga BBM tidak serta merta diikuti dengan penurunan harga komoditi lain dan juga tarif angkutan.
“Sebaliknya, saat harga BBM naik, harga komoditi dan tarif angkutan dipastikan akan merangkak naik,” katanya.
Di sisi lain, pemerintah belum sepenuhnya menyerahkan penentuan harga BBM melalui mekanisme pasar. Penentuan harga saat ini ditentukan secara periodik, yakni tiga bulanan.
“Harusnya kalau mau diserahkan pada mekanisme pasar maka harus dilakukan secara penuh artinya mekanisme pasar murni sehingga ketika harga naik atau harga turun pemerintah dan masyarakat mendapatkan haknya,” kata dia.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan meskipun harga minyak dunia terus turun, pemerintah belum menurunkan harga BBM karena dalam kesepakatan antara pemerintah dengan DPR penyesuaian harga baru dapat dievaluasi setiap tiga bulan sekali.
“Akhir 2015 lalu baru terjadi penurunan harga minyak, sedangkan kesepakatan evaluasi dilakukan tiga bulan sekali. Artinya tiga bulan ke depan baru ada peninjauan, ini juga pertimbangan agar masyarakat tidak terkena dampak signifikan, jadi periode tiga bulanan ini sesuai,” kata Menteri ESDM Sudirman Said saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (25/1).
Selain itu, menurut Sudirman, dampak dari penurunan harga BBM terhadap ongkos transportasi dan barang-barang juga tidak signifikan.
“Ada dilema yang sulit, saat harga BBM turun terlalu dalam tidak ada penurunan harga barang dan tranportasi. Tapi saat harga BBM naik, transportasi dan barang naiknya luar biasa,” ungkap dia.
Dana Stabilisasi
Marwan mengatakan pemerintah juga perlu mengantisipasi adanya kenaikan kembali harga minyak dunia. Karena kalau ada kenaikan harga minyak, maka harga BBM juga akan ikut naik. Alokasi dana inilah untuk menutup harga ketika harga minyak tiba-tiba naik.
“Oleh karenanya bisa saja seperti sekarang dilakukan, ketika harga minyak turun, BBM tidak turun. Dana yang dihemat dari kebijakan inilah yang akan digunakan untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak,” kata dia.
Marwan mengatakan dana yang diperoleh saat harga minyak turun inilah yang disebut dana stabilisasi. Tinggal pemerintah harus terbuka berapa penghematan yang diperoleh.
Dana stabilisasi, lanjut dia, tidak dimanfaatkan untuk hal lain, termasuk untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain dana stabilisasi tersebut ada dana yang disebut saving fund, yang diperoleh dari penerimaan negara dari sektor migas, dana karbon yang di antaranya dimanfaatkan untuk pengembangan energi baru terbarukan. Sebenarnya selama ini pemerintah sudah punya formula dimana ada beberapa komponen mulai dari harga minyak mentah, nilai tukar, alokasi perolehan, pajak pertambahan nilai (PPN), PPBKB hingga keuntungan bagi badan usaha dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
“Tinggal dijelaskan pada masyarakat berapa rata-rata harga minyak sebulan ditambah dengan komponen lainnya. Dari sana berhasil dihemat berapa. Dana itu yang nantinya dimanfaatkan ketika harga minyak dunia kembali naik,” kata dia.[]