Beranda Tambang Today Pemerintah Akan Integrasikan Kebijakan Hulu-Hilir Terkait CPO Jadi Green Gasoline

Pemerintah Akan Integrasikan Kebijakan Hulu-Hilir Terkait CPO Jadi Green Gasoline

Foto: Pertamina EP

Jakarta, TAMBANG – Pemerintah mengapresiasi PT Pertamina (Persero) yang telah berhasil melaksanakan pengujian co-processing di kilang Residue Fluidized Cracking Catalityc Unit (RFCCU) Refinery Unit (RU) III Plaju dengan injeksi Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil (RBDPO) hingga 7,5% on feed.

 

Produk utama yang akan dihasilkan adalah green-gasoline, green-LPG dan green-propylene dalam persentase yang lebih kecil. Plant test dilaksanakan selama tujuh hari operasi injeksi RBPDO menggunakan dana internal Pertamina.

 

“Sebuah capaian yang sangat membanggakan dimana Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang berhasil melakukan co-processing green-gasoline untuk skala komersial” ungkap pakar katalis ITB, Subagjo saat menghadiri Peluncuran Implementasi Co-Processing CPO menjadi Green Gasoline dan Greel LPG di RFCCU RU III Plaju, seperti dilansir Ditjen EBTKE, Rabu (26/12).

 

“Pembuktian teknologi co-processing di kilang Pertamina ini akan mengantarkan Indonesia pada era baru industri BBN yang  diharapkan ke depan mampu memproduksi secara komersial biohidrokarbon atau green-fuels,” tambah Andriah Feby Misna, Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (DItjen EBTKE).

 

Dari pengujian ini, masih banyak penyempurnaan dan juga uji lebih lanjut, yang harus dilakukan untuk memastikan spesifikasi dari produk, optimasi pencampuran dan hal-hal teknis lainnya. Serta kelayakan ekonomi untuk selanjutnya bisa discale-up untuk skala bisnis.

 

Co-processing merupakan salah satu opsi metode produksi green-fuel melalui proses pengolahan bahan baku minyak nabati dengan minyak bumi secara bersamaan menjadi green hydrocarbon (green-gasoline, green-diesel, atau bioavtur).

 

Green-fuel merupakan senyawa biohidrokarbon, yang secara umum karakteristiknya sama dengan senyawa hidrokarbon berbasis fosil. Sehingga dapat dicampurkan pada tingkat persentase berapa saja tanpa perlu penyesuaian mesin kendaraan. Green-fuel ini merupakan pilihan yang baik untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar cair dalam negeri untuk mensubstitusi minyak mentah atau BBM dari produksi dalam negeri, disamping BBN jenis Biodiesel yang sudah berjalan secara komersial hingga pencampuran 20% (B20).

 

Produksi green-fuel ini pada ujungnya terkait pula dengan upaya mengurangi tekanan neraca pembayaran negara atas impor minyak mentah.

 

Sementara itu, Direktur Pengolahan Pertamina, Budi Santoso Syarif memaparkan implementasi pengolahan CPO secara co-processing di kilang, telah memberikan kontribusi positif bagi perusahaan dan negara. Inovasi anak bangsa ini telah diuji coba dan memberikan hasil yang membanggakan baik dari kualitas produk, hasil yang ramah lingkungan serta berpotensi mengurangi impor minyak mentah.

 

“Tingkat kandungan dalam negeri atau TKDN sangat tinggi, karena CPO yang diambil bersumber dari dalam negeri, transaksi yang dilakukan dengan rupiah sehingga mengurangi devisit anggaran negara, serta hasil bahan bakar ramah lingkungan,”jelas Budi.

 

Lebih lanjut Budi menjelaskan pencampuran langsung CPO dengan bahan bakar fosil di kilang ini secara teknis lebih sempurna dengan proses kimia, sehingga menghasilkan bahan bakar bensin dengan kualitas lebih tinggi karena nilai octane mengalami peningkatan. Hasil implementasi co-processing tersebut telah menghasilkan Green Gasoline Octane 91,3 sebanyak 405 MB/Bulan atau setara  64.500 Kilo Liter/Bulan  dan produksi Green LPG sebanyak 11,000 ton per bulan.

 

“Upaya ini sangat mendukung Pemerintah dalam mengurangi penggunaan devisa, dimana Pertamina bisa menghemat impor crude sebesar 7.36 ribu barel per hari atau dalam setahun mampu menghemat hingga USD 160 Juta,” ujar Budi.