Jakarta – TAMBANG. Demi tercapainya kedaulatan energi, pembangkit listrik di Indonesia harus dioptimalkan kapasitasnya. Menurut data Ditjen Ketenagalistrikan, kapasitas terpasang PLTU pada 2015 sebesar 55.529 MW, padahal kapasitas ini bisa dioptimalkan tanpa membangun pembangkit yang baru.
Beberapa pihak, termasuk konsultan Mac Kinsey menyatakan bahwa tingkat efisiens pembangkit Indonesia berada kisaran 25%-32%. Jika diasumsikan efisiensi pembangkit adalah 32% dan dilakukan upaya untuk mengingkatkan efisiensi menjadi 40% saja dalam jangka waktu 3 tahun, maka kapasitas terpasang dalam 3 tahun kedepan dari pembangkit yang ada adalah 69.411 MW.
“Dengan peningkatan rata-rata pembangkit sebesar 8% saja, maka Indonesia akan mendapat total kapasitas terpasang sebesar 70.000 MW,” ujar Ryad Chairil, pengamat migas dan mineral saat Diskusi Bulanan Solusi UI di Salemba Jakarta, senin (29/8).
Setiap tahunnya, Indonesia akan mengalami pertumbuhan sektor ketenagalistrikan sekitar 7000 MW, sehingga diharapkan dalam lima tahun kedepan akan mencapai 35.000 MW. Sayangnya hingga pertengahan tahun 2016, program 35.000 MW belum optimal karena berbagai kendala, misalnya pembebasan lahan, koordinasi pusat dan daerah, penunjukkan IPP dan lainnya.
Ryad juga mengingatkan bahwa terobosan ini perlu dilakukan dengan merevitalisasi pembangkit dengan teknologi yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan batubara yang berakibat pada kerusakan lingkungan. Pasalnya, setiap daerah mempunyai potensi energi, misalnya Sulawesi mempunyai potensi sumber daya air yang melimpah,
Selain itu, perlu dilakukan audit energi pada pembangkit dengan memperbaiki teknologi pada pembangkit yang ada. “Perlu audit yang tegas, libatkan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). Kalau ada yang mau bersihkan pembangkitnya, kasih insentif,” tukasnya.
Menurutnya, sudah saatnya pemerintah memberikan peluang sebesar-besarnya kepada investasi di sektor Energi Baru Terbarukan (EBTK) yang ramah lingkungan. Seperti membuat inovasi pada program gasifikasi dan pencairan batubara, briket barubara, mengubah flare gas hasil buangan industri migas menjadi CNG/LPG, mengoptimalkan produksi wilayah kerja migas tua dan lainnya.