Jakarta-TAMBANG. Wacana dibangunnya pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) kembali menyeruak ke publik saat Indonesia dihadapkan pada kebutuhan energi listrik yang akan meningkat tajam dalam lima tahun ke depan. Namun usaha pembangunan itu masih masih menjadi kontroversi bila mempertimbangkan resiko yang akan terjadi bila PLTN jadi dibangun.
Jarot S Wisnubrato, Kepala Batan mengatakan, masyarakat seharusnya tidak perlu mengkuatirkan rencana pembangunan PLTN sebab saat ini ada Batan yang bertugas melindungi masyarakat. “Posisi kami itu memproteksi masyarakat, jangan diasumsikan Batan terlalu ngotot dengan PLTN,” kata Jarot di Jakarta, Selasa (16/6).
Jarot menuturkan, Batan didirikan oleh pemerintah karena adanya percobaan bom atom di Indonesia pada 1958. Beberapa hal yang dipersoalkan, kata Jarot, PLTN dianggap sebagai pembangkit listrik yang mahal, memiliki risiko tinggi dan wilayah Indonesia tidak layak dibangun PLTN karena berada di daerah ring of fire atau rawan gempa.
“Nuklir kan pilihan terakhir tetapi kan di peraturan pemerintah itu ada penjelasan bahwa ada parameter keselamatan yang jadi acuan, namun kepentingan energi begitu meningkat pesat maka energi nuklir bisa menjadi pilihan,” tuturnya.
Sementara itu Anggota Dewan Energi Nasional, Herman Darnel Ibrahim berpendapat lain. Menurutnya untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat saat ini pemerintah seharusnya lebih banyak berfokus pada penggunaan batu bara dan gas dibandingkan mengambil resiko membangun PLTN. Selain itu penggunaan kedua batu bara dan gas justru lebih murah dibandingkan dengan penggunaan PLTN.
“Membangun PLTU batu bara itu biayanya sepertiga dibandingkan kalau membangun PLTN. Apalagi kita punya batu bara yang hitungan kita di DEN itu bisa sampai 2100. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan sampai 2050 saja kita tidak perlu bangun PLTN,” tegasnya.
Senada dengan Herman, mantan Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro, menjelaskan bahwa pengembangan energi terbarukan oleh negara–negara dunia justru saat ini lebih banyak berfokus pada pengembangan energi terbarukan yang berasal dari gas, energi matahari serta energi panas bumi.
Menurutnya, pemenuhan kebutuhan energi melalui pengembangan energi nuklir tidak banyak kemajuan, apalagi sangat terkait dengan situasi keamanan serta politik suatu negara. “Dalam laporan The World energi Outlook memang pengembangan energi nuklir paling rendah. Hal ini karena yang terjadi di Chernobyl serta Jepang. Sekarang juga yang jadi isu global adalah iran. Karena memang untuk mengubah nuklir dari energi pembangkit listrik menjadi senjata itu sangat mudah,” kata Purnomo.
Dia meminta pemerintah dan DPR meninjau kembali rencana pembangunan PLTN sesuai dengan peraturan Pemerintah 79 Tahun 2014 tentang kebijakan energi nasional. Dalam aturan itu, pengembangan tenaga nuklir merupakan alternatif terakhir, sehingga pemerintah harus mengedepankan energi terbarukan lainnya.
“Kita kan tinggal di negara tropis yang energi mataharinya banyak. Kemudian kita negara kepulauan juga bisa mengedepankan tenaga angin serta biodiesel. Jadi boleh pro dan kontra tetapi saat menyangkut kebijakan harus melihat betul hal itu,” ujarnya.
Indonesia wajib bangkit dari kemiskinan intelektual agar harga diri bangsa semakin kuat dalam menghadapi semua bisnis dan investasi untuk kemakmuran hajat hidup orang banyak.
Para teknokrat wajib meriset semua energi terbarukan yang potensial dengan harga ekonomis yang menguntungkan rakyat Indonesia dengan Undang-Undang yang ada mengenai Kebijakan energi nasional.
Jangan pernah berputus asa dalam memakmurkan Negeri yang kaya raya berasal dari Tuhan Allah yang Maha Esa.
Semoga semua warganegara Indonesia serius menghindari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dimulai dari sekarang sampai hari Kiamat.
Terkabulkanlah Ya Allah….