Jakarta – TAMBANG. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Migas) akan menyerahkan seluruh perizinan terkait pengelolaan wilayah kerja minyak dan gas bumi (WK Migas) di bawah Pelayanan Terpadu Satu Pintu Badan Koordinasi Penanaman Modal (PTSP BKPM) mulai Mei 2015. Dengan penyerahan ini, jumlah perizinan yang sebelumnya berjumlah 52 izin dipangkas menjadi 42 izin.
Plt tugas Dirjen Migas, Kementrian ESDM, I Gusti Nyoman Wiratmadja menjelaskan bahwa cara ini dimaksudkan untuk menyederhanakan tata cara perizinan, agar pelayanan izin migas menjadi cepat dan tepat, baik hulu dan hilir serta transportasi.
“Kami akan menempatkan sejumlah perwakilan di BKPM,” ujarnya rabu malam (29/4).
Selain hulu migas, pengurusan perizinan di sektor ESDM juga diberlakukan untuk bidang Ketenagalistrikan hingga Energi Baru dan Terbarukan. Kebijakan ini diharapkan juga mengurangi kontak langsung antara investor dan pemberi izin.
Sayangnya penerapan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang diterapkan oleh pemerintah daerah dinilai masih belum mempermudah para pelaku usaha untuk menjalankan usahanya. Kurang siapnya SDM dan infrastruktur pendukung menjadi salah satu faktornya.
Wakil Ketua Komite Tetap Ketenagakerjaan KADIN Indonesia Nofel Saleh Hilabi mengaku, pihaknya kerap menerima laporan dan keluhan yang diterima dari para pelaku usaha. Dia mengatakan, PTSP yang diberlakukan oleh Pemerintah, contohnya DKI Jakarta belum sepenuhnya mendukung kegiatan Usaha, karena fakta temuan-temuan di dilapangan terkait pengurusan perizinan dimana janji pemerintahan lebih cepat ternyata jauh lebih lama dan sulit.
Hal ini dikarenakan belum siapnya SDM dan infrastruktur yang ada di Pemerintah Daerah. Nofel mempertanyakan bagaimana PTSP bisa mengeluarkan perizinan usaha dengan SDM yang kurang menguasai pengetahuan tentang masing-masing fungsi perizinan yang dibutuhkan oleh pelaku usaha.
Dia mencontohkan, bila pelaku usaha ingin membuat PT ataupun CV maka menurut undang-undang dan tata cara pengurusan perizinan dimaksud haruslah memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) / Domisili. Sedangkan menurut Nofel fakta dilapangan mengurus Surat Izin Tempat Usaha (SITU) / Domisili tidak mungkin akan selesai dalam satu hari.
Selain itu, untuk membuat SITU/Domisili pelaku usaha haruslah menempatkan tempat usahanya sesuai dengan peruntukan yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota sebagai zonasi wilayah usaha. Sedangkan kenyataan di lapangan banyak sekali zonasi pemukiman yang sudah berubah menjadi tempat usaha, contohnya wilayah Asem Baris Raya Tebet, Kemang, Senopati, dan lainnya, tetapi di Peruntukkan Tata Kota belum diubah menjadi zona usaha sehingga menghambat pelaku usaha di daerah tersebut.
“Semestinya pemerintah segera merubah dan menyesuaikannya seperti fakta di lapangan. Kita harapkan pemda lebih fleksibel dengan tidak mempersulit hal-hal yang bisa dipermudah.,” ujar Nofel di Menara Kadin, Selasa (28/4).
Dia menambahkan, dengan cepatnya perputaran ekonomi maka pemasukan pemerintah dari sektor pajak usaha tentunya akan lebih banyak. Hal ini sejalan dengan konsentrasi pemerintah saat ini yang ingin melahirkan banyak pelaku usaha pemula.
“Dibutuhkan banyak lokasi yang dijadikan zonasi usaha, terutama DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara, supaya para pelaku usaha terus tumbuh dan berkembang,” kata Nofel.