Jakarta-TAMBANG. Salah satu emiten tambang batu bara PT Berau Coal Energy,Tbk telah mengagendakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 30 April 2015. Dalam RUPSLB tersebut ada dua agenda penting yang akan dibahas yakni Program Rekapitalisasi berupa Bond Refinancing (Pembiayaan Ulang Surat Utang) dan pemberhentian Direktur Utama dan Komisaris Utama serta pengangkatan Direktur Utama dan Komisaris Utama yang baru.
Terkait rencana tersebut, Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (SKEP) PT Berau Coal menyatakan dengan tegas menolak rencana RUPSLB tersebut. Menurut Ketua Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (SKEP) Muhamad Lukman Hakim dua agenda tersebut sangat prematur dan membahayakan kelangsungan usaha Berau Coal tempat mereka bekerja.
Lukman mengingatkan semua pihak untuk mempelajari skema rekapitalisasi yang akan dilakukan karena salah satunya terkait Persetujuan penjaminan atas sebagian besar aset Perseroan (PT. BCE) dan anak perusahaan Perseroan (PT. BC) termasuk pemberian jaminan perusahaan (corporate guarantee)”. “Apalagi salah satu skema yang kami ketahui adalah dengan menjaminkan sebagian besar aset berupa hasil tambang batu bara yang dimilki PT. Berau Coal Energy,Tbk dan PT. Berau Coal,”kata Lukman.
Sementara terkait agenda kedua, pihaknya menyoroti keberadaan tenaga kerja asing.”Kami menerima informasi bahwa salah satu Direktur Perseroan yang merupakan warga negara asing, sedang bermasalah dengan pihak Imigrasi dan Ketenaga Kerjaan karena tidak memliki izin kerja yang memadai sebagaimana diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia,”terang Lukman. “Bahkan yang bersangkutan tidak dapat bekerja dan masuk kantor sebagaimana mestinya,”lanjut Lukman.
Situasi seperti ini diyakini akan mengganggu kinerja baik PT Berau Coal Energy,Tbk maupun PT Berau Coal. Ditambah lagi tenaga kerja asing tersebut ditengarai merupakan salah satu perpanjangan tangan dari Individu Perorangan Tertentu Asing tersebut dan mengetahui skema program rekapitalisasi tersebut secara jelas. “Sehingga tanpa adanya kejelasan serta waktu yang cukup untuk mempelajari skema rekapitalisasi, maka hal ini sangat riskan untuk diputuskan dalam RUPSL nanti,”terang Lukman dalam siaran pers yang diterima Majalah TAMBANG.
Ia pun menjelaskan bahwa sesuai penelusuran Serikat Pekerja diketahui bahwa Kantor Imigrasi Wilayah Jakarta Selatan telah melakukan penindakan dengan memeriksa tenaga kerja asing lainnya yang sedang menjabat sebagai Direktur di Perseroan. Dari pemeriksaan tersebut disimpulkan yang bersangkutan telah terjaring pemeriksaan penindakan dan didapat telah melaksanakan kerja tanpa didukung izn kerja yang sah, sehingga sampai dengan penerbitan surat ini para tenaga kerja asing tersebut tidak berada dikantor dan tidak melaksanakan pekerjaan sebagai Direksi.
Dengan tidak adanya izin kerja yang diterbitkan oleh kementerian tenaga kerja dan transmingrasi bagi tenaga kerja asing tersebut, untuk bekerja pada PT BCE dan/atau PT. BC maka hal ini jelas bertentangan dengan dengan persyaratan pengangkatan Direksi sebagaimana diatur pada Undang-Undang No.40 Tahun 2007, pasal Pasal 93 ayat (2). Dalam beleid tersebut ditegaskan bahwa ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Tidak hanya itu sebelum tenaga kerja asing tersebut menjabat sebagai Direktur maka Pemberi Kerja yaitu Perseroan harus mengajukan RPTKA sesuai Pasal 6, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi R.I. Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
“Konsekwensi hukum dari temua di atas adalah pengangkatan tenaga kerja asing tersebut sebagai Direktur adalah tidak sah karena batal demi hukum,”lanjut Lukman. Dengan demikian tindakan-tindakan tenaga kerja asing tersebut yang mengatas-namakan PT Berau Coal Energy,Tbk termasuk surat permintaan pelaksanaan RUPS ke BEI harus dianggap tidak sah dan melanggar hukum.
“Kami menolak pelaksanaan RUPSLB pada 30 April 2015 sampai waktu yang akan ditentukan setelah semua stakeholder” mempelajari dan memahami skema rekapitalisasi atau refinancing tersebut,”ujar Lukman.
Di tempat lain, Lukman meminta Otoritas Jasa Keuangan sebagai Pengawas Pasar Modal mengawasi PT Berau Coal Energy selaku perusahaan publik dan melindungi kepentingan para pemangku kepentingan. “OJK harus segera turun tangan dan memanggil seluruh jajaran PT. BCE dan atau PT. BC untuk menyelesaikan permasalahan ini,”tegas Lukman.
Serikat Pekerja menurut Lukman juga menentang penempatan tenaga kerja asing sebagai Direktur Utama di PT. Berau Coal. Menurutnya jabatan-jabatan yang sudah dapat dilaksanakan tenaga kerja Indonesia sebaiknya menggunakan tenaga kerja Indonesia sedangkan tenaga kerja asing hanyalah dalam hal yang khusus atau istimewa. Posisi Direktur Utama pada PT. BCE dan PT. BC sudah pernah beberapa kali berganti dan hingga saat ini masih dijabat oleh Warga Negara Indonesia
“Sepanjang sejarah PT Berau Coal, jabatan Direktur Utama dipegang oleh Orang Indonesia kenapa sekarang mau diberikan pada orang asing. Orang Indonesia lebih mampu,”tandasnya.
Lukman pun menambahkan, orang Indonesia punya keahlian dan kemampuan yang sudah mumpuni untuk menjalankan posisi tersebut sehingga tidak ada urgensinya untuk menempatkan Warga Negara Asing pada posisi tersebut.
Untuk diketahui pemegang saham asing selaku pemegang saham mayoritas PT. BCE dan PT. BC bermaksud melakukan penggantian Direksi dan Komisaris di PT. BCE dan PT. BC dapat Rapat Umum Pemegang Saham di PT. BCE yang pada 30 April 2015. Pemegang saham asing tersebut akan menempatkan orang-orangnya yang merupakan Tenaga Kerja Asing pada posisi Presiden Direktur yang akan menggantikan Direktur Utama saat ini yang merupakan Warga Negara Indonesia dan Tenaga kerja asing lainnya yang akan menggantikan Warga Negara Indonesia yang saat ini yang menduduki jabatan sebagai Presiden Komisaris.