Jakarta, TAMBANG – Produksi batu bara nasional hingga akhir Juni lalu tercatat sebesar 286 juta ton. Realisasi tersebut baru menyentuh 45,76 persen dari target produksi tahun ini yang ditetapkan sebesar 625 juta ton.
“Kalau kita bandingkan dengan target awal 550 juta ton, ya sudah melewati 50 persen. Tapi di 2021, kami tingkatkan (target) jadi 625 juta ton. Ini baru 45,76 persen,” ungkap Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM, Sujatmiko, Kamis (22/7).
Menurutnya, Tiongkok yang merupakan negara konsumen batu bara terbesar dari Indonesia, sedang membuka lebar keran impor. Kemudian, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang menjadi konsumen domestik juga tengah mengalami peningkatan konsumsi batu bara.
Di saat yang sama, Pemerintah membuka kesempatan revisi Rencana Kerja Anggaran Belanja (RKAB), sehingga para penambang dapat menambah rencana produksi. Ia menyayangkan realisasi produksi nasional di semester pertama tahun ini belum tercapai sesuai target.
“Produksinya sudah ditingkatkan jadi 625 juta ton, harga lagi bagus-bagusnya di atas USD 115 juta ton. PLN sedang butuh-butuhnya, China juga sedang butuh-butuhnya, kok (produksi) tidak lancar,” ujar Sujarmiko.
Salah satu penyebab belum terpacunya produksi batu bara, sambung Sujatmiko, karena faktor cuaca. Berdasarkan laporan dari produsen batu bara, terutama wilayah tambang di Kalimantan Selatan masih basah, sehingga produksi belum bisa dilakukan. Selain itu, para penambang juga disinyalir sedikit kesulitan mencari alat berat ketika ingin meningkatkan produksi dalam waktu dekat.
“Barangkali ini dari sisi infrastruktur,” tegasnya,
Adapun peningkatan target produksi digenjot untuk menyasar pasar ekspor. Tujuannya guna meningkatkan neraca perdagangan. Dari target 625 juta ton itu, Pemerintah mengalokasikan pasokan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) sebesar 138 juta ton. Sedangkan sisanya yang sebesar 487 juta ton digenjot untuk ekspor.
Namun demikian, Pemerintah tetap berupaya memacu produksi batu bara. Diharapkan selisih target yang tertinggal dapat ditambal dengan realisasi produksi di semester kedua tahun ini.
Untuk itu, Pemerintah memberikan dukungan penuh dengan memfasilitasi kelancaran izin maupun operasi produksi penambang. Sujatmiko menuturkan, pihaknya terus berupaya mempercepat proses revisi RKAB, sehingga perusahaan batu bara yang mengajukan peningkatan produksi bisa lebih cepat mendapatkan izin.
“Kami juga transisi dari IUP daerah ke pusat. Mereka juga baru mau masuk produksi, kami berikan kesempatan ajukan RKAB dalam rangka tambah pasokan batu bara,” pungkas Sujatmiko.