Jakarta, TAMBANG – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengawinkan aset yang dimiliki oleh sejumlah perusahaan pelat merah. Mereka adalah PT Pertamina, PT Pos Indonesia dan PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Ketiganya meneken nota kepakatan (Memorandum of Understanding/MoU), yang memuat rencana kerjasama untuk memangkas biaya distribusi produk BUMN. Salah satu produk yang jadi sorotan ialah gas elpiji.
Dalam nota kesepakatan tersebut, PT Pos bersedia menghibahkan gerai-gerainya untuk dimanfaatkan menjual gas elpiji dari Pertamina. Selain itu, lahan-lahan PT Pos juga akan digunakan untuk pendirian Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
“PT Pos luar biasa. Jangkauannya sampai ke pelosok. Asetnya yang dimiliki juga bisa untuk buka toko-toko warung-warung yang jualan produk-produk milik BUMN,” Kata Sekertaris Kementerian BUMN, Imam Apriyanto Putro, Senin (26/11).
Sedangankan dengan KAI, Pertamina meneken kerjasama untuk mendistribusikan BBM dan elpiji menggunakan moda transportasi kereta api. Berkat kapasitasnya yang besar, Pertamina diharapkan dapat menghemat biaya penyaluran barang.
“Dengan kereta api angkutannya jauh lebih banyak. Sehingga biaya distribusinya bisa lebih murah,” beber Imam.
Ia mengungkapkan, besarnya ongkos angkutan, kerap menyebabkan harga produk di pasaran jadi mahal. Dampaknya, masyarakat yang berada di pelosok desa terbebani oleh selisih biaya distribusi.
“Ini yg selama ini dirasakan mahal distribusinya. Sehingga Produk yang harus dibeli di masyarakat tingkat bawah, kadang-kadang mahal. Dengan (kerjasama) ini, semoga masyarakat paling tidak mendapat harga keekonomian dari produk-produk yang dikeluarkan oleh BUMN. Terutama produk untuk kebutuhan sehari-hari,” Pungkas Imam.
Sebagai informasi, perjanjian kerjasama itu diteken oleh direksi BUMN masing-masing, dengan disaksikan oleh Menteri BUMN, Rini Soemarno, serta jajaran Kementerian BUMN lainnya, seperti Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Fajar Harry Sampurno, Deputi Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha, Aloysius Kiik Ro, dan Deputi Bidang Industri Agro dan Farmasi, Wahyu Kuncoro.