Beranda Tambang Today Pakar Pertambangan Sayangkan Wacana Kenaikan Royalti Komoditas Minerba Tak Libatkan Pelaku Industri

Pakar Pertambangan Sayangkan Wacana Kenaikan Royalti Komoditas Minerba Tak Libatkan Pelaku Industri

royalti minerba
Ilustrasi tambang nikel di Indonesia

Jakarta, TAMBANG – Pemerintah lewat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mewacanakan kenaikan royalti pada sejumlah komoditas mineral dan batu bara (minerba).

Kebijakan royalti sektor minerba tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), Sudirman Widhy Hartono, menyayangkan bahwa wacana kenaikan royalti ini tidak melibatkan pelaku industri. Meskipun demikian, pihaknya tidak sepenuhnya menolak kebijakan baru tersebut.

“Terkait wacana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2022 mengenai tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kami pada dasarnya tidak menolak begitu saja, namun kami menyayangkan jika pemerintah tidak mengajak berdiskusi dengan kalangan pelaku industri pertambangan terlebih dahulu. Terutama untuk royalti tambang mineral seperti nikel,” ujar Widhy kepada TAMBANG, Jumat (14/3).

Menurut Widhy, koordinasi dengan pelaku usaha sangat penting terutama dengan pelaku usaha nikel, misalnya yang tergabung dalam Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) dan Forum Industri Nikel Indonesia (FINI). Widhy khawatir wacana ini akan membebankan pelaku industri nikel.

“Yang kami dengar untuk komoditas tambang batu bara, pemerintah sudah membicarakannya terlebih dahulu dengan Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI),” imbuh dia.

PERHAPI PD Kaltim Dorong Implementasi Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) Sektor Tambang

“Hal yang sama seharusnya dilakukan juga dengan Asosiasi dari pertambangan mineral seperti misalnya APNI dan FINI untuk rencana kenaikan royaltI tambang nikel. Mengingat karena usulan perubahan tarif royaltI ini dikhawatirkan akan semakin memberatkan pelaku industri Nikel tersebut,” bebernya.

Wacana kenaikan tarif royalti menambah daftar panjang PR industri pertambangan Indonesia. Mereka kata Widhy, harus merogoh kantong lebih besar untuk operasional seiring dengan kebijakan-kebijakan baru seperti kenaikan harga biosolar, PPN 12 persen, pengenaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) 100 persen dan sebagainya.

“Saat ini biaya operasional pertambangan maupun pengolahan nikel saat ini sudah meningkat dalam beberapa tahun terakhir sehubungan dengan kenaikan harga Biosolar B40, kenaikan PPN 12%, pengenaan DHE ekspor 100%, biaya investasi yang cukup besar,” jelasnya.

Di sisi lain, harga nikel di pasar global saat ini sangat fluktuatif dan cenderung menurun. Oleh karena itu, Widhy sangat menyarankan agar rencana revisi tarif royalti untuk komoditas pertambangan dikaji ulang melalui diskusi dengan para pelaku industri, terutama di sektor nikel.

Sementara harga nikel di pasar dunia sangat fluktuatif bahkan cenderung turun. Jadi kami sangat menyarankan agar rencana revisi tarif royalti komoditas pertambangan ini untuk dibicarakan kembali dengan pelaku industri tambang khususnya komoditas nikel,” pungkasnya.

Sebagai informasi, revisi PP Nomor 26 Tahun 2022 mencakup kenaikan royalti untuk sejumlah komoditas, yaitu nikel, tembaga, emas, timah, perak, dan batu bara. Perubahan ini diklaim bertujuan untuk meningkatkan tata kelola serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor pertambangan minerba.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini