Jakarta-TAMBANG. Banyaknya perusahaan kapal yang kesulitan mendapatkan pelanggan memberi keuntungan bagi perusahaan tambang yang ingin memanfaatkan jasa angkutan batu bara. Grup Titan misalnya, perusahaan yang memiliki konsesi tambang batu bara di Jambi, Bengkulu dan Kalimantan Timur itu tak kesulitan sama sekali mencari jasa angkutan batu bara.
Pasalnya Grup Titan memiliki anak usaha PT Nusantara Terminal Terpadu yang bertugas menjadi kurir ke lokasi pembeli batu bara Titan. Direktur Nusantara Terminal Terpadu, Taufik mengungkapkan, perusahaannya saat ini memiliki 16 tongkang dengan ukuran 300 feet berkapasitas 10.000 ton dan satu tongkang kecil untuk angkutan jarak pendek.
Dengan jumlah aset sebanyak itu, Taufik mengaku masih kekurangan sebab pesanan batu bara yang diangkut melebihi kapasitas seluruh tongkang milik mereka. Ia akhirnya menyewa kapal dari perusahaan lain yang jumlahnya hampir sama dengan aset milik mereka.
Nusantara Terminal Terpadu hanya mengangkut batu bara milik Titan ke pembangkit milik PLN yang berada di Rembang, Pelabuhan Ratu, dan Suralaya. Mereka beruntung lantaran Titan memiliki kontrak jangka panjang hingga dua puluh tahun.
“Ini sudah tahun ke tiga. Jadi masih 17 belas tahun lagi kami melayani Titan dan PLN,” ujarnya kepada Majalah TAMBANG, Selasa (26/5).
Soal kemungkinan tongkang miliknya mengangkut muatan di luar batu bara, Taufik tidak sependapat. Menurutnya, membawa kargo non batu bara tidak bisa menjadi andalan utama dalam bisnis pelayaran. Kendala pertama adalah masalah waktu yang tidak pasti dari pelanggan non batu bara. Tidak mungkin perusahaan angkutan harus memarkir kapalnya dan menunggu sampai ada muatan terisi. Dari segi bisnis cara itu dianggap membuang peluang.
Kendala lainnya adalah tujuan muatan non batu bara ketika akan berangkat seringkali tidak sesuai dengan tujuan pulang tongkang. Ia pernah memiliki pengalaman mengantarkan muatan untuk bahan pembuatan semen ke Padang, Sumatera Barat padahal saat itu tongkang miliknya harus kembali ke Bengkulu. Tarif yang ditawarkan pun terbilang pas-pasan. Saat itu Taufik berpikir cara itu lebih efektif ketimbang tongkangnya pulang tanpa muatan.
“Masalahnya tidak selalu ada muatan dan waktunya tidak pas. Itu tidak bisa diharapkan, hanya faktor keberuntungan. Kalau pulang tanpa muatan memang rugi tapi lebih rugi kalau diam dan tidak tahu mau kemana,” ungkapnya.