Jakarta-TAMBANG. Kementerian Perindustrian mendorong percepatan industri pemurnian dan pengolahan bauksit menjadi alumina, salah satunya di Kalimantan Barat.
Bauksit merupakan bahan mentah yang diolah menjadi Smelter Grade Alumina (SGA) dan selanjutnya menghasilkan alumunium ingot . Aktivitas pengolahan bernilai tambah ini bermuara pada industri antara dan hilir seperti kabel, pipa, alat rumat tangga, konstruksi, furnitur, alat olah raga, otomotif dan bahkan memasok industri aviasi alias penerbangan.
Selain itu, bauksit dapat diolah menjadi chemical grade alumina yang dimanfaatkan untuk pemurnian air, kosmetika, farmasi, keramik dan plastic filler. Sehingga, industri ini menggerakkan industri lain yang menyerap tenaga kerja, memberikan pendapatan bagi karyawan dan masyarakat sekitar, menggerakkan ekonomi daerah dan pendapatan devisa.
“Saya sengaja berkunjung dan berkeliling untuk melihat sendiri bagaimana progress proyek dan realisasi investasi. Investor sangat serius dan berorientasi jangka panjang meningkatkan nilai tambah. Jadi, yang bisa kita percepat, akan kita lancarkan karena dampaknya riil dan luas,” kata Menteri Perindustrian Saleh Husin, Kamis (21/4).
Ia menghitung, nilai tambah industri bauksit berlipat-lipat dibanding bahan mentah. Kalkulasinya, bijih bauksit sebanyak 6 ton yang sekitar USD3,85 per ton (nilai penjualan USD 23,1) menghasilkan metallurgical grade bauxite sebanyak 3 ton yang harganya USD38 per ton (nilai penjualan USD 114). Dari 3 ton tersebut jika diolah maka menghasilkan SGA sebanyak 1 ton yang nilainya USD 325 per ton.
“Jika dibandingkan dengan bahan mentah bauksit maka terjadi peningkatan nilai tambah hampir 85 kali lipat,” ujar Saleh.
Wakil Direktur Well Harvest, Ronald Sulistyanto menuturkan pihaknya telah menggelontorkan dana Rp15, 8 triliun. “Investasi itu hanya untuk refinery saja. Jika berlanjut ke smelter maka investasi lebih tinggi lagi. Begitu juga benefitnya,” jelasnya.
Proyek tersebut nantinya akan dibagi menjadi dua tahap. Hingga akhir April, tercatat realisasi investasi mencapai Rp8,8 triliun. Perseroan juga membangun pembangkit listrik 160 MW untuk kebutuhan sendiri, yang terdiri 4×25 MW dan 2×30 MW.
Ronald memperkirakan aktivitas produksi smelter yang berlokasi di Sungai Tengar, Mekar Utama, Kendawangan, Kabupaten Ketapang itu akan menghasilkan devisa USD 765 juta per tahun. Dengan kurs dollar AS sebesar Rp13.200, perolehan itu setara Rp10,1 triliun. Sementara, penghematan devisa juga dapat diraup hingga USD 85 juta per tahun.
Proyek pemurnian ini akan menghasilkan SGA 2 juta ton per tahun yang ditargetkan beroperasi dan diresmikan pada Mei 2016. Proyek ini juga memiliki pelabuhan untuk keperluan sendiri dengan kapasitas dermaga 6×8000 DWT dan telah dilengkapi 5 unit crane.
“Pohon industri SGA sangat luas dan proyek ini berlokasi di daerah terpencil yang dapat mendorong percepatan dan perluasan pembangunan daerah di sekitarnya,” katanya.
Gubernur Kalimantan Barat Cornelis menegaskan dukungan pemerintah provinsi karena proyek ini berkontribusi pada pemanfaatan potensi daerah. “Proyek ini memotivasi dan menambah kepercayaan diri kami untuk mengembangkan sumber daya alam dan meningkatkan kemampuan SDM,” ujarnya.
Well Harvest dimiliki oleh pemegang saham yaitu PT. Cita Mineral Investindo Tbk (30%), China Hongqiao Group Ltd (56%), Winning Investment (HK) Ltd (9%), Shandong Weiqiao Aluminium & Electricity Co., Ltd (5%).