LONDON, TAMBANG. PADA akhir 2010, mesih uang milik Nath Rothschild, Vallar Plc, merogoh kocek sebesar US$ 3 miliar untuk membuat Bumi, perusahaan tambang batu bara di Indonesia, bekerjasama dengan keluarga Bakrie yang dikenal punya koneksi kuat di politik dan ekonomi. Pembentukan Bumi datang di saat permintaan batu bara seperti tak pernah berhenti.
Kata Rothschild, keputusan untuk terdaftar di Bursa Saham London memberi kesempatan bagi Bumi terhadap pasar uang yang lebih luas. Ketika itu, pada 2011, harga batu bara mencapai US$ 130 per ton. Harga batu bara yang membubung itu membuat Vallar demikian mudah untuk meraup dana lebih dari US$ 1 miliar ketika pertama kali masuk bursa.
Kini, batu bara dengan kualitas yang sama hanya berharga US$ 63. Investor kini juga menjauh dari investasi di tambang batu bara.
Lima tahun semenjak Rothschild bersama Bakrie membentuk Bumi, Rothschild memutuskan untuk mundur dari Indonesia. Koran terbitan London, The Telegraph, semalam memberitakan, Senin lalu Rothschild menyatakan mundur dari Asia Resource Minerals. Ia mengaku menderita rugi £100 juta (sekitar Rp 2,05 triliun).
Ia menerima tawaran dari Asia Coal Energy Ventures, perusahaan yang didukung kelompok Sinarmas, untuk membeli sahamnya 56 pence per lembar. Sehingga total sahamnya kini dihargai US$ 200 juta ((£131 juta).
Masuknya Rothschild ke industri pertambangan di Indonesia pada 2010 bertepatan dengan siklus ketika permintaan terhadap batu bara sedang di puncak. Permintaan dari Cina naik tajam. Keluarnya Rothschild menumbuhkan harapan bagi para investor bahwa masa suram di Asia Resource segera berakhir.
Setelah mengumumkan kelengserannya, Rothschild mengeluarkan pernyataan pedas terhadap apa yang terjadi di Asia Resource.
‘’Ini betul-betul pengalaman yang sangat sulit,’’ kata Rothschild, yang ketika diwawancara tengah berada di Swiss. ‘’Situasinya sangat berdarah-darah,’’ lanjutnya.
Transaksi dengan Asia Coal, yang didukung oleh Argyle Street Management dan Grup Sinarmas, paling tidak akan membuat para pemegang obligasi mendapatkan duitnya. Keterpurukan Asia Resource, dalam pandangan Rothschild, lebih banyak disebabkan oleh ulah keluarga Bakrie, ketimbang akibat rendahnya harga komoditas batu bara.
Rothschild masih akan tetap berbisnis batu bara. Ia akan menggunakan duit yang dia dapat dari Sinarmas untuk membeli sejumlah tambang batu bara di luar Indonesia. Ia tak punya rencana kembali ke Indonesia.
‘’Saya akan lebih suka untuk menunggu lima tahun lagi, ketika harga komoditas batu bara sudah membaik,’’ kata Rothschild, yang juga pemegang saham utama Genel Energy, perusahaan minyak di Irak. Genel kini dipimpin oleh bekas bos BP, Tony Hayward. Rothschild mengulangi lagi, ia tak akan pernah kembali ke Indonesia untuk berinvestasi di sumber daya alam.
Saya mengikuti kasus Berau cukup lama. Pada awalnya, Berau adalah perusahaan yang cukup disegani. Setelah masuknya para pemegang saham baru (Bakrie, Rosan P Roslani, Samin Tan, Rothschild, dkk), tambang batu bara Berau memiliki citra negatif. Kasus Berau menunjukkan bahwa akhirnya dunia dikuasai perdagangan kertas. Masyarakat sekitar selaku pemilik tambang hanya menjadi mainan para pemilik modal, yang dengan seenaknya mempermainkan dagangannya.