Beranda Batubara Meski Produksi Turun, Harga Batu Bara Belum Akan Naik

Meski Produksi Turun, Harga Batu Bara Belum Akan Naik

Jakarta, TAMBANG. HARGA batu bara termal diperkirakan belum akan naik pada 2016 ini, karena kebutuhan batu bara di negara konsumen utama masih rendah. ‘’Batu bara termal masih menjadi korban dari lemahnya impor di sejumlah negara utama,’’ kata analis ANZ, sebagaimana dikutip lembaga riset energi dari Singapura, Platt.

 

‘’Melemahnya industri di Cina, dan tambahnya pasokan dari India menghilangkan semua peluang yang memungkinkan kenaikan harga,’’ kata analis ANZ itu.

 

 

Analis lain, dari lembaga riset komoditi Macquarie mengatakan, Indonesia sebetulnya telah memangkas produksinya. Akan tetapi, kenaikan harga tak kunjung terjadi.

 

 

Adaro Energy pekan lalu mengeluarkan pernyataan bahwa pada 2016 ini, produksinya diharapkan mencapai 52-54 juta ton, angkanya mirip dengan produksi 2015, walau tahun ini terjadi pelamahan harga dan kelebihan produksi.

 

Lemahnya harga minyak, anjloknya biaya pengapalan, telah bersama-sama berperan dalam menurunkan harga batu bara.

 

 

Bumi Resources diperkirakan memproduksi 80 juta ton batu bara, tahun ini. Tahun lalu produksinya 84,4 juta ton.

Sebetulnya Bumi Resources mampu berproduksi hingga 90 juta ton. Tahun ini berapa produksi finalnya belum diketahui. ‘’ Situasi pasar dan harga akan menentukan berapa produksi kami,’’ kata seorang pejabat di Bumi.

 

 

Berkurangnya impor oleh Cina membuat sejumlah produsen batu bara di Indonesia menjadi repot. Pada 2015, Cina mengimpor 204,1 juta ton batu bara dari berbagai jenis, turun dari 291,2 juta ton pada 2014.

 

 

‘’Berkurangnya pasokan dari Indonesia kami duga akan terus terjadi. Kami perkirakan indeks Newcastle akan tetap di bawah US$40 dalam lima tahun ke depan,’’ kata analis Macquire.

 

 

Harga batu bara GAR 5900  FOB Kalimantan untuk penyerahan 90 hari ke depan telah berkurang 23% selama setahun ini. Sementara harga indeks Newcastle untuk GAR 6.300 berkurang 15% pada periode yang sama.

‘’Situasi tidak akan mudah bagi produsen utama seperti Bumi, Adaro, Indo Tambangraya, dan Bukit Asam untuk memulai pengurangan besar-besaran,’’ tulis analis Macquarie.