Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan soal perlunya partisipasi para pakar dan praktisi tambang dalam pengembangan teknologi pengolahan batu bara. Hal tersebut disampaikan dalam konferensi Save Indonesian Coal, yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), pada Jumat (11/9).
Menurut Arifin, di tengah gempuran harga batu bara yang belakangan terus melemah, dan tantangan kampanye dunia internasional soal transisi ke energi bersih, maka batu bara tidak bisa terus-terusan mengandalkan pasar pembangkit listrik.
“Perlu adanya respon peran industri batu bara di masa mendatang. Saat ini sekitar 50,3 persen dari pembangkit listrik PLN berasal dari batu bara, dan masih merupakan energi fosil termurah. Namun tekanan isu lingkungan terhadap penggunaan batu bara terus meningkat,” ujar Arifin.
Tanpa adanya inovasi, sambungnya, dikhawatirkan industri pertambangan nasional bakal berhenti sebelum optimal dimanfaatkan. Untuk itu, perlu ada terobosan-terobosan terhadap peningkatan nilai tambah atau hilirisasi batu bara.
“Saya berharap Perhapi, yang merupakan organisasi para ahli dan profesi agar konsentrasi terhadap peningkatan nilai tambah batu bara. Kami mendorong perusahaan melakukan transformasi, dari yang biasanya menjual batu bara untuk pembangkit listrik, beralih menjadi produk yang memiliki nilai tambah,” tuturnya.
Sejauh ini, kata Arifin, setidaknya ada tiga jenis teknologi pengolahan batu bara yang layak untuk dikembangkan di Indonesia.