Jakarta,TAMBANG,-Transisi energi bukan hal yang mudah dilakukan karena perlu beberap aspek pendukung. Ini juga yang disadari Pemerintah Indonesia sehingga Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong dukungan berkelanjutan dan kolaborasi dari berbagai pihak. Tujuannya tidak lain untuk memastikan kemitraan yang inovatif, pembiayaan yang berkelanjutan dan inklusif, serta akses ke teknologi yang diperlukan dan efektif untuk mempercepat transisi energi, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Hal ini disampaikan Menteri ESDM Arifin Tasrif saat membuka acara 41st Senior Officials Meeting on Energy ASEAN (41st ASEAN SOME), di Sekretariat ASEAN Jakarta, Senin (19/06). Kolaborasi menurut Arifin perlu diperkuat tak hanya antarnegara anggota ASEAN tetapi juga dengan organisasi internasional dan pemangku kepentingan. “Lanskap energi global didesak untuk bertransisi secara berkelanjutan dari ekonomi berbasis fosil menuju ekonomi rendah karbon, dengan cara yang inklusif dan adil, sembari mempertimbangkan keadaan, kemampuan, dan prioritas nasional,” ujar Arifin.
Saat ini, keamanan energi sama pentingnya dengan transisi energi sehingga Indonesia menegaskan kembali pentingnya ketahanan energi berkelanjutan, melalui interkonektivitas di ASEAN sebagai kawasan “epicentrum of growth”.
Di kesempatan itu, Arifin menyampaikan bahwa platform pipa gas trans-ASEAN (Trans-ASEAN Gas Pipeline/TAGP) dan jaringan listrik ASEAN akan mempercepat transisi energi bersih dan meningkatkan ketahanan energi. Arifin menambahkan, mineral kritis juga dibutuhkan untuk mendukung transisi energi.
Sebagai informasi, mineral kritis atau critical raw materials adalah mineral yang dapat digunakan untuk inovasi teknologi berbasis energi bersih dan terbarukan. Permintaan global akan mineral kritis untuk mengembangkan teknologi energi bersih meningkat secara signifikan. Data dari International Energy Agency (IEA) menyatakan bahwa mobil listrik membutuhkan input mineral enam kali lipat dari mobil konvensional. Sedangkan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) membutuhkan sumber daya mineral 13 kali lebih banyak daripada pembangkit listrik berbahan bakar gas berukuran serupa.
“Beberapa negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, dan Vietnam dikaruniai sumber daya mineral dalam jumlah besar antara lain nikel, timah, bauksit, dan logam tanah jarang, sehingga ASEAN dapat memainkan peran besar dalam rantai pasokan mineral kritis global,” lanjut Arifin.
Ia mengatakan perlunya mengembangkan unit pengolahan dan pemurnian mineral serta manufaktur untuk industri berbasis mineral, terutama untuk teknologi energi bersih. Arifin menyebut Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Indonesia adalah pemain kunci dalam industri manufaktur energi terbarukan seperti industri baterai solar PV dan kendaraan listrik.
“KTT ASEAN 2023 menyepakati penggunaan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan dekarbonisasi sektor transportasi darat di kawasan guna mencapai Net Zero Emission (NZE),” ungkap Arifin.
Ia menuturkan negara-negara ASEAN berkomitmen untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik regional dengan melibatkan seluruh negara anggota ASEAN, dan meningkatkan industri kendaraan listrik dan menjadikan ASEAN sebagai pusat produksi global.
Arifin menambahkan, teknologi adalah kunci transisi energi menuju karbon netral, maka dari itu perlu peningkatan keberagaman teknologi. Begitu pula dengan akses dan pemanfaatan teknologi perlu dibuat menjadi lebih inklusif. Kemudian, akses kepada teknologi dan pembiayaan yang terjangkau, harus dieksplorasi lebih luas.
“Negara Anggota ASEAN wajib meningkatkan teknologinya, begitu pun dengan kemampuan, kapasitas, dan keahlian untuk mendukung target transisi energi di negara kita, sekaligus target ASEAN Plan of Action of Energy Cooperation (APAEC),” ujar Arifin.
Arifin memberikan apresiasi kepada seluruh negara anggota ASEAN yang telah berkomitmen untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) dalam beberapa tahun ke depan. Komitmen ini, menjadi pondasi roadmap menuju NZE secara global.
“Roadmap tersebut sangat signifikan sebagai alat untuk menganalisis dan mengalokasikan dukungan yang dibutuhkan untuk masing-masing negara, seperti teknologi, pembiayaan, infrastruktur, dan lainnya,” tukas Arifin.
Arifin pun berharap, melalui 41st ASEAN SOME, para negara anggota ASEAN dapat berdiskusi lebih lanjut dan menyelesaikan isu-isu strategis terkni, seperti perdagangan karbon dan dekarbonisasi industri minyak dan gas bumi (Migas) melalui CCS/CCUS.
“Hal ini akan mengakselerasi bauran energi hijau dalam memastikan keamanan energi jangka panjang di regional ASEAN untuk mencapai target NZE. Selain itu, kita juga perlu merealisasikan komitmen kita untuk mencapai target Nationally Determined Contributions (NDC) pada 2030 sesuai dengan target reduksi gas rumah kaca (GRK) pada masing-masing negara,” pungkas Arifin.
Dalam kesempatan yang sama, selain berterima kasih kepada seluruh negara anggota ASEAN, Mitra Dialog, dan Organisasi Internasional atas dukungan dan kerja sama dalam mencapai target APAEC, Arifin juga menyambut Timor Leste sebagai anggota termuda ASEAN, khususnya pada 41st ASEAN SOME, untuk mengobservasi kemajuan dan implementasi kerja sama energi kita di ASEAN.
“Semoga ASEAN dapat melibatkan Timor Leste lebih jauh lagi pada pertemuan dan aktivitas-aktivitas selanjutnya,” ujar Arifin.
Perhelatan 41st ASEAN SOME ini dilaksanakan pada 19-23 Juni 2023 di Jakarta. Indonesia menjadi tuan rumah sekaligus Ketua Persidangan 41st ASEAN SOME. Dalam kegiatan tersebut terdapat 10 anggota ASEAN, 8 mitra wicara negara, dan sejumlah organisasi internasional yang mendukung kerja sama energi ASEAN.