Jakarta, TAMBANG – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir membeberkan progres divestasi 10 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Erick menyebut saat ini perusahaan tambang tembaga dan emas terbesar di dunia itu sedang melakukan perencanaan termasuk terkait nilai divestasinya.
“Ini masih dalam status pembicaraan. Kan memang Freeport sendiri mereka akan bikin planning dulu, investasinya berapa. Nah nanti dari situ kalau ada angka baru kita duduk lagi,” ujar Erick usai menghadiri Perjanjian Jual Beli Logam Emas antara PTFI dengan PT Aneka Tambang Tbk (Antam), dilansir Jumat (8/11).
Erick menjelaskan, proses divestasi Freeport terhadap pemerintah yang mencapai 61 persen ini memerlukan pengkajian secara menyeluruh dan harus ekstra hati-hati.
“Namanya proyeksi business plan terus total investasi mesti dihitung benar karena kan kami sebagai wakil pemerintah harus memastikan semuanya itu baik, seperti private sector. Kalau private sector secara risikonya mereka akan lebih mudah, kalau ini kan kita sebagai perusahaan negara harus lebih ekstra hati-hati,” beber Erick.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menyampaikan RI siap menambah kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga 61 persen. Saham RI sekarang di PTFI mencapai 51 persen.
Menurut Bahlil, proses divestasi masih menunggu finalisasi dari pihak Freeport. Setelah Freeport menangani insiden kebakaran di smelter JIIPE, Gresik, Jawa Timur beberapa waktu, proses divestasi akan kembali dilanjutkan.
“Kami masih menunggu hasil finalisasi dari Freeport. Beberapa waktu lalu ada insiden kebakaran di pabrik asam sulfat mereka, jadi setelah tim selesai menangani ini, kami akan lanjutkan pembicaraan soal tambahan saham,” ungkap Bahlil.
Menteri ESDM Bahlil Sebut RI Siap Tambah Saham Freeport Jadi 61 Persen
Menteri Bahlil memastikan bahwa perpanjangan ini akan memberikan keuntungan signifikan bagi Indonesia, terlebih dengan kepemilikan pemerintah yang sudah lebih dari 50%. “Saya pastikan bahwa perpanjangan ini akan bagus untuk Indonesia. Karena 50% sahamnya itu adalah sekarang milik pemerintah indonesia,” ungkap Bahlil.
Terkait biaya tambahan saham 10% tersebut, Bahlil optimistis harganya tidak akan membebani anggaran pemerintah. Bahkan, opsi tanpa biaya tetap terbuka, tergantung pada hasil negosiasi antara pemerintah dan Freeport.
“Kami mengupayakan harga serendah mungkin. Bahkan berpotensi bisa gratis. Insya Allah, proses ini kita upayakan selesai paling lambat awal tahun depan, tergantung dari komunikasi PT Freeport,” jelas Bahlil.