JAKARTA, TAMBANG – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyebut krisis batubara yang menimpa PLN beberapa waktu lalu salah satunya imbas dari 428 perusahaan tidak memenuhi kewajiban Domestic Market Obligation (DMO). Padahal kewajiban itu, kata Arifin, sudah diatur sesuai ketentuan yang berlaku.
“Ada 428 perusahaan yang 0 (tidak memenuhi DMO batubara). Ini tentu saja kami lakukan klasifikasi,” katanya dalam Rapat Kerja Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR RI kemarin, dikutip Jumat (14/1).
Arifin lantas merinci dan mengklasifikasi perseroan yang sudah memenuhi DMO. Menurutnya, perusahaan tambang batubara yang mampu memenuhi DMO lebih dari 100 persen terdapat 47 perusahaan. Sementara 32 perusahaan hanya mampu memenuhi 75-100 persen.
“Di sektor eksternal, dari data kita yang kita miliki ada 578 perusahaan yang bergiat di penambangan batubara. Terkait DMO nya, ada 47 perusahaan yang bisa melebihi 100 persen. kemudian ada 32 perusahaan yang memenuhi pada range 75 sampai 100 persen,” paparnya.
Selain itu, terdapat 25 perusahaan yang hanya melakukan DMO sekitar 50-75 persen. Kemudian ada juga 17 perusahaan dengan range 25-50 persen dan 29 perusahaan yang range 1 persen sampai 25 persen.
Meski begitu, Arifin memastikan bahwa pasokan batubara PLN untuk saat ini sudah terbilang cukup aman. Hal ini, kata dia, tidak lepas dari kesigapan antar kementerian dan stakeholder untuk mengamankan energi primer.
“Jadi ini sampai akhir januari kita bisa pastikan bahwa pasokan ini bisa diamankan. Kemudian untuk daerah-daerah yang jauh, kita kasih patokan 20 hari. Harus dipenuhi dulu stok 20 hari,” paparnya.
“Jadi, apa yang terjadi yang dilakukan tim ESDM bersama kementerian dan lembaga terkait, pada saat terinformasi adanya krisis energi primer, kami langsung melakukan pengamanan,” bebernya.
Dalam kesempatan ini, Arifin juga menyinggung stok batubara yang tersedia di luar kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Menurutnya, stok batuan hitam tersebut sesegera mungkin harus diekspor kembali terutama kepada negara sahabat.
“Kemudian juga kita membahas kordinasi antar kementerian mengenai stok-stok yang tersedia yang memang bisa segera dikeluarkan, untuk bisa memberikan manfaat pendapatan buat negara. Terutama juga untuk mendukung negara-negara sahabat. Rata-rata teriak semua, mulai dari Malaysia, Filipina, Korea, Jepang, China, semua menyampaikan keprihatinannya dan minta bantuan kita,” paparnya.