Melonjaknya kebutuhan baja nasional, Kemenperin berencana menumbuhkan investasi disektor tersebut dengan menerbitkan kebijakan SNI Wajib untuk Produk besi baja, tata niaga impor besi atau baja, P3DN dan trade remedies.
Dalam lima tahun terakhir kebutuhan baja terus naik, dari 7,4 juta ton di 2009 naik menjadi 12,7 Juta ton di 2014
Jakarta-TAMBANG. Tumbuhnya pembangunan infrastruktur, konstruksi mendongkrak kebutuhan bahan baku baja nasional. Kementerian Perindustrian mencatat selama lima tahun kebutuhan baja kasar terus meningkat, dari 7,4 juta ton di 2009 naik menjadi 12,7 Juta ton di 2014.
“Hal ini diperlukan juga untuk dapat memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur di Indonesia yang diperkirakan sekitar 5.000 triliun Rupiah sampai dengan tahun 2019 dan membutuhkan baja sekitar 17,5 Juta ton/tahun,” ujar Menteri Perindustrian, Saleh Husin dalam acara Conference & Technology Forum for Indonesia Steel Industry Development di Jakarta, Selasa (24/11).
Ia menjelaskan, untuk memenuhi permintaan baja domestik yang diperlukan saat ini menumbuhkan investasi di sektor baja. “Dengan begitu kita bisa menghindari ketergantungan baja impor, kilahnya.
Selain untuk kebutuhan infrastruktur, bahan baku besi dan baja juga banyak digunakan untuk kebutuhan industri seperti galangan kapal, industri di sektor migas, alat berat, otomotif, dan eletronika.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, jumlah perusahaan industri baja nasional hulu dan hilir sebanyak 1167 perusahaan. Secara total industri baja nasional hulu dan hilir mampu menyerap 300.309 orang tenaga kerja.
Saleh mencermati, industri hilir besi baja nasional tumbuh lebih cepat dibanding dengan industri hulunya. Menurutnya, salah satunya disebabkan karena besarnya investasi yang diperlukan.
Perbedaan kapasitas industri ini menyebabkan supply bahan baku domestik baik untuk industri intermediate maupun industri hilir saat ini masih belum mencukupi. “Kondisi ini merupakan salah satu penyebab hadirnya produk besi baja impor yang cukup signifikan,” ujarnya.
Menilik hal ini, Kementerian Perindustrian terus mendorong hilirisasi industri mineral yang diharapkan investasi di bidang pengolahan berbasis mineral dapat memenuhi kebutuhan baja kasar (Crude Steel) sebagai bahan baku industri baja intermediate dan hilir.
Saat ini, Saleh mengatakan, tumbuhnya industri baja hulu menunjukkan ke arah yang positif. Jika sebelumnya hanya diwakili PT. Krakatau Steel dengan teknologi HYLS/ Reduksi Langsung, namun sekarang telah tumbuh beberapa industri baja hulu antara lain PT. Krakatau Posco, PT. Indoferro, PT. Meratus Jaya Iron and Steel, PT. Delta Prima Steel, dan Gunung Steel Group melalui PT. Gunung Raja Paksi serta PT. Gunung Gahapi Sakti.
“Diharapkan dengan tumbuhnya industri besi baja khususnya industri hulu maka tidak terjadi bottle neck di produk intermediate dan industri hilir,” tegas dia.
Fasilitas Investasi
Untuk menjaga iklim industri besi baja tetap kondusif, Pemerintah telah menerbitkan kebijakan SNI Wajib untuk Produk besi baja, tata niaga impor besi atau baja, P3DN dan trade remedies.
Selain itu, dalam rangka pengembangan industri besi baja nasional Pemerintah telah memberi fasilitas bagi investasi baru maupun perluasan industri berupa pemberian tax holiday dan tax allowance.
“Yang harus juga diperhatikan, pelaku industri baja harus mengembangkan diri, mengingat spesifikasi dari negara-negara eksportir terus berkembang seiring inovasi teknologi dan kebutuhan,” kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan.
Terkait P3DN, Kementerian Perindustrian berkoordinasi dengan berbagai instansi untuk peningkatan penyerapan produk baja nasional, terutama pada proyek-proyek infrastruktur pemerintah yang menggunakan APBN. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas baja nasional.