Jakarta,TAMBANG,-Pertambangan berkelanjutan telah menjadi trend global. Setiap perusahaan tambang didorong untuk menerapkan prinsip berkelanjutan dalam kegiatan operasinya. Secara sederhana term keberlanjutan dalam industri pertambangan mengacu pada praktik yang meminimalkan dampak lingkungan dalam operasi pertambangan.
“Kegiatan usaha pertambangan dewasa ini didorong untuk memperhatikan aspek tata kelola yang baik dan benar atau dikenal dengan kaidah Good Mining Practice. Apalagi dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan semakin tinggi. Perusahaan tambang juga didorong untuk senantiasa memperhatikan aspek lingkungan dalam setiap tahapan,” ungkap CEO PT J Resources Asia Pasifik, Tbk. Edi Permadi.
Edi menyebutkan bahwa industri punya karakteristik yang unik dan termasuk salah satu industri yang sangat kompleks. Ada lima pilar utama dalam kegiatan pertambangan yang semuanya saling berkaitan. “Kelima pilar utama itu adalah modal, teknologi, manusia (SDM), peraturan, dan sosial. Aspek-aspek keberlanjutan harus menjiwai kelima pilar utama tersebut,” ungkap Edi.
Pilar pertama adalah modal. Industri pertambangan dikenal sebagai industri padat modal. Investasinya cukup besar mulai dari tahapan eksplorasi sampai operasi produksi bahkan pada kegiatan pengolahan dan pemurnian. Tantangannya, dewasa ini pembiayaan untuk kegiatan pertambangan menjadi lebih selektif dan sangat memperhatikan aspek lingkungan. Banyak lembaga pembiayaan yang menambah aspek keberlanjutan dalam proses penilaian layak tidaknya pembiayaan pada suatu proyek terutama di sektor pertambangan. Ini yang membuat perusahaan tambang harus benar-benar memperhatikan aspek keberlanjutan dalam kegiatan operasinya.
Edi juga menegaskan selain butuh investasi besar juga punya risiko tinggi secara khusus pada tahapan eksplorasi. “Investasi untuk kegiatan eksplorasi berisiko tinggi karena hasil eksplorasi belum tentu ekonomis. Kalau tidak ekonomis maka tidak dilanjutkan dan investasi yang sudah digelontorkan akan hilang. Tetapi kalau ekonomis maka akan berlanjut pada uji metalurgi sampai ke tahapan menentukan pilar kedua yaitu teknologi pengolahan apa yang tepat dari sisi teknis, ekonomis dan lingkungan,’terang Edi.
Teknologi menjadi pilar ketiga. Kegiatan pertambangan terkait erat dengan teknologi apalagi dengan adanya amanat hilirisasi. Tantangan bagi Indonesia teknologi pengolahan mineral dan batu bara masih berasal dari luar. Ini juga yang membuat investasi di kegiatan pengolahan dan pemurnian di Indonesia menjadi mahal.
“Kedepan Pemerintah perlu mendorong pengembangan teknologi pengolahan dalam negeri. Apalagi kita punya potensi sumber daya mineral dan batu bara yang cukup besar dengan Kerjasama dengan Perguruan Tinggi dan pihak investor yang besar seperti Laboraturiun Metalurgi yang ada di ITB dan juga beberapa Laboraturium yang mendukung industry di UI,” lanjut Edi.
Perusahaan juga berkewajiban melakukan eksplorasi detail dan perhitungan engineering untuk mendapatkan data yang lebih lengkap terkait cadangan dan membuat mining sequence. Dari sana kemudian menyusun studi kelayakan dan Analisa Dampak lingkungan (Amdal).
Ini menjadi tahapan yang sangat penting khusus dalam menghitung dampak serta cara meminimalisir dampak lingkungan. “Di dalamnya akan dijelaskan pula proses kegiatan penambangan mulai dari pembukaan lahan, konstruksi tambang dan fasilitas pengolahan, sampai ke rencana reklamasi dan juga penutupan tambang setelah mencapai umur tambang yang optimal,” terang Edi yang lama berkecimpung di dunia pertambangan.
Untuk Amdal dan Ijin Lingkungan, perusahaan tambang wajib melakukan beberapa kali konsultasi publik yang dihadiri semua stakeholder di sektor konsesi pertambangan. Jika AMDAL disetujui maka perusahaan siap melanjutkan ke proses kontruksi, operasi produksi, pengolahan sampai reklamasi dan pasca tambang. “Ketika melangkah ke fase konstruksi sampai operasi produksi, perusahaan tambang akan butuh modal, tenaga kerja dan teknologi,” lanjut Edi.
Pilar keempat adalah SDM. Industri tambang juga dikenal sebagai industri padat karya karena melibatkan banyak tenaga kerja. Selama ini dalam proses perekrutan tenaga kerja prusahaan tambang akan mengutamakan tenaga kerja dari masyarakat lingkar tambang. “Namun perusahaan juga tetap memperhatikan peningkatan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang lewat berbagai program. Ini juga bagian dari aspek keberlanjutan,” ungkapnya.
Aspek keberlanjutan lain yang juga harus dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat di lingkar tambang. Kegiatan Corporate Social Responsible (CSR) atau di perusahaan tambang dikenal Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) dilaksanakan perusahaan harus mengusung semangat keberlanjutan. Itulah Pilar keempat yaknis aspek sosial.
“Masyarakat harus dibantu untuk mandiri karena kegiatan usaha pertambangan ada masanya. Kegiatan CSR harus mempersiapkan masyarakat agar ketika aktivitas tambang berakhir, mereka sudah mandiri,” terang Edi.
Edi juga menegaskan bahwa semua hal di atas merupakan subject to comply to social license. Menurutnya aspek sosial sangatlah penting dalam konteks pertambangan kususnya di Indonesia. Corporate Social Responsibility salah satu strategi tapi bukan juga penentu proses pertambangan dapat berjalan dengan baik.
Think Globally and act Locally sangat berperan dalam kelanjutan pertambangan di Indonesia. Hal yang sangat sensitif dalam perhatian adalah mekanisme CSR, sistem kontrak dan juga supply dan juga penerimaan tenaga kerja.
Edi juga menegaskan praktek pertambangan berlanjutan adalah konservasi mineral. Dalam kegiatan operasi produksi, perusahaan harus menata kapasitas produksinya termasuk mempertimbangkan daya dukung lingkungan. “Perusahaan perlu memperhatikan neraca sumber daya dan cadangan mineral miliknya. Salah satunya berupa eksplorasi lanjutan yang harus terus dilakukan perusahaan. Eksplorasi ini menjadi nadi yang menentukan usia pertambangan,”tandas Edi.
Untuk menjaga produksi jangka panjang perusahaan sekarang ini memiliki sumber daya 6,1 juta oz dan Cadangan 2,6 juta oz.
Aspek keberlanjutan yang terus didorong ini harus diperkuat dengan pilar kelima yakni regulasi. “Kegiatan pertambangan juga dikenal sebagai kegiatan yang highly regulated termasuk terkait tata kelola lingkungan. Hal yang harus didorong saat ini dan ke depan adalah penegakan hukumnya agar aturan yang memuat kaidah pertambangan yang baik dan benar terlaksana. Ini akan menghasilkan kegiatan usaha pertambangan yang berkelanjutan di semua skala pertambangan terwujud,” pungkas Edi.
Dalam konteks keberlanjutan Pemerintah dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup memiliki mekanisme penilaian terkait dengan kinerja lingkungan yang detail dan ketat yang kita kenal dengan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (atau PROPER). Penilaian ini dilakukan secara transparan, adil, akuntabel dan melibatkan masyarakat. Berkat Upaya maksimum dari karyawan dan management Perusahaan dan juga Kerjasama yang baik dengan seluruh stakeholders PT J Resources Bolaang Mangondow anak Perusahaan dari PT J Resources Asia Pasifik, Tbk mendapatkan PROPER Hijau tahun ini. Untuk Perusahaan tambang hal ini adalah pencapaian yang luar biasa.
Aspek Keberlanjutan Menopang Kinerja
Dari sisi kinerja, pada tahun 2024 perusahaan mencatat kinerja positif. Produksi emas tercatat sebesar 101 ribu oz dan dengan perkembangan proyek DOUP tahun 2027 diharapkan dapat mendekati 200 ribu oz. “Kami sangat diuntungkan dengan komoditas emas yang kami produksi. Dengan Geopolitics sekarang ini yang masih uncertain terutama konflik antara Rusia dan Ukraina, Konflik di Gaza dan beberapa negara Timur Tengah dan perang tarif yang diberlakukan oleh Presiden Trump, menyebabkan safe heaven menjadi opsi yang paling logis,”terang Edi.
Di tengah kondisi tersebut beberapa Bank Sentral juga sedang meningkatkan cadangannya dalam bentuk emas seperti China dan juga permintaan retail perhiasan yang meningkat di India dan negara negara Timur Tengah. Ini semua memberikan sentiment positif pada pasar emas.
Harga emas terus menunjukkan grafik naik setelah 10 Februari 2025 hingga berada pada kisaran US2.900 per oz. Prediksi dari beberapa lembaga terpercaya seperti JP Morgan menyebutkan 2025 ini akan menyentuh $ 3.000 per oz. Bahkan tahun depan, 2026 lembaga seperti InvestingHaven menyebutkan akan menyentuh $ 3.805 per oz.
“Dengan melihat kondisi pasar emas global yang demikian saya perkirakan harga emas tahun ini bisa menyentuk $3.500 per oz. Trend positif ini pun masih akan berlanjut di tahun berikutnya,”ungkap Edi.
Prospek harga emas yang positif ini tentu berdampak positif pula pada kinerja perusahaan tambang emas seperti PT J Resources Asia Pasifik,Tbk (PSAB).
Namun hal yang tidak kalah penting adalah kinerja lingkungan perusahaan harus sejalan dengan kinerja produksi dan juga upaya untuk menjaga agar sumberdaya dan cadangan tetap terjaga dan terkonservasi untuk kepentingan seluruh stakeholders.