Muba-TAMBANG- Untuk menentukan sebuah wilayah memiliki sumber minyak atau gas serta sumber daya alam lainnya, biasanya dilakukan melalui kegiatan pemetaan, seismic dan juga eksplorasi sebelum minyak disedot ke permukaan. Tetapi, ada juga yang melakukan upaya pencarian sumber minyak tidak melalui ketentuan teknis yang sudah lazim dilakuakn oleh industri migas. Menggunakan jasa cenayang atau dukun atau mereka yang memiliki kemampuan supranatural. Mungkin banyak yang tidak percaya-apalagi di era modern seperti sekarang ini-, tetapi ini benar terjadi.
Adalah Firdaus (46), warga Mekarsari, Keluang, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Sumatera Selatan, mengalaminya. Sejak lima bulan terakhir, bapak 4 anak ini menjadi pemilik dan pelaku usaha minyak dengan memiliki dua sumur minyak yang sudah berproduksi.
Ia tidak perlu pergi jauh-jauh ke tengah hutan atau ke daerah yang jauh untuk mengelola sumur minyak miliknya tersebut. Lokasi sumur minyak tersebut berada di pekarangan rumahnya. Saat membuka jendela rumah di pagi hari, tiang kayu penyangga pipa penyedot minyak atau istilah modern rig sudah terlihat jelas. Di pekarangan rumahnya itu, sebenarnya ada 3 titik sumber minyak. Dua sudah dibor dan menghasilkan minyak, sementara satu lainnya akan segera dibor.
Firdaus bercerita, sebelum menjadi pengusaha minnyak tradisional itu, ia menjadi petani plasma kepala sawit. Suatu hari, anak sulungnya yang bekerja di sebuah bank pulang dan menceritakan tentang seseorang yang memiliki kemampuan untuk melihat sumber minyak. Memang, di sekitar wilayah rumahnya, terdapat beberapa kepala sumur milik Pertamian EP Asset I field Ramba.
Syafruddin demikian nama orang yang memiliki kemampuan itu diundang untuk melihat lokasi rumahnya. Pria asal Banten yang sudah lama menetap di Muba itu, mengelilingi halaman rumah sambil sesekali memejamkan mata dan komat kamit membaca mantra. Tetiba, ia mematahkan ranting dan menancapkan ke tanah. “Di sini, lokasinya,” demikian serunya. Begitupun di dua tempat lainnya. Ia melakukan hal yang sama.
“Saya percaya dan langsung percaya, karena sudah banyak juga yang terbukti,”tutur Firdaus.
Tidak berselang lama, ia pun mulai melakukan pemboran di lokasi yang sudah ditancapkan ranting kayu tersebut. Hanya dalam satu hari pengeboran dengan menggunakan alat bor sumur pada kedalaman 120 meter, minyak sudah terangkat ke permukaan.
Untuk jasa Cenayang yang sudah menemukan sumber minyak tersebut, setiap sumur ia mengeluarkan biaya RP 6 juta rupiah. Untuk tiga sumur yang sudah ditunjuk uang sebesar Rp 18 juta sudah digelontorkan untuk jasa pencarian sumber minyak oleh Cenayang. Sementara untuk biaya pengeboran dan material secara keseluruhan biaya yang dibutuhkan untuk masing-masing sumur sebesar Rp 33 juta.
Biaya yang dikeluarkan tersebut, lanjut pria yang beristrikan perempuan asal Solo ini, sebanding dengan hasil yang didapatkan. Setiap hari dari satu sumur menghasilkan sekitar 2-3 drum minyak atau dirupiahkan sekitar 380 ribu rupiah setiap drum. Sementara biaya produksi, setiap hari hanya membutuhkan pelumas, 2 liter premium dan jasa operator sebesar Rp 100 ribu. Sehingga jumlah biaya produksinya tidak lebih dari Rp 200 ribu.
Untuk menggerakan canting atau pipa yang menyedot minyak dibawah permukaan, ia menggunakan sepeda motor yang sudah dimodifikasi. Ada juga yang menggunakan mesin mobil yangn juga sudah dimodifikasi. Tetapi karena kedala,mannya masih diatas 200 meter, ia menggunakan sepeda motor.
“Alhamdulillah, dalam 3 bulan sudah balik modal,” jelasnya.
Kegiatan ini memang memberikan hasil yang cukup signifikan bagi Firdaus juga beberapa tetangga lainnya. Sehingga, seperti Firdaus, ia bisa menyekolahkan dua anaknya yang saat ini sedang menempuh pendidikan kedokteran. Namun ada yang alpa diperhatikan yakni faktor lingkungan dan keselamatan kerja.
Lokasi sumur minyak tepat di samping rumah, tidak jauh dari permukiman warga dan jalan raya. Ketika minyak disedot, banyak limbah yang terbuang. Minyak-minyak yang tercecer dibuang ke selokan dan terus mengalir ke sungai. Maka yang terlihat, aliran minyak hitam mengalir di selokan jalan raya dan tumpahan minyak di sekitar lokasi sumur. Operator yang bekerja juga tidak dilengkapi dengan alat standar keselamatan kerja yang lazim digunakan di industri migas.
Ketika ditanya soal perizinan, ia hanya menggeleng. Tidak ada. Ia hanya mengantongi persetujuan dari tetangga sekitar rumahnya yang membolehkan kegiatan pengeboran dan eksploitasi minyak dilakukan. Setoran atau pajak ke pemerintahpun tak ada. Yang ia keluarkan hanya 6 persen dari keuntungannya untuk dibagikan kepada warga sekitar sesuai perjanjian awal.
Karena itu, jangan pernah taanyakan soal Amdal atau perizinan lain sesuai dengan prosedur kegiatan industri minyak yang baik dan benar. Yang pasti, lingkungan sudah tercemar. Firdaus hanya salah satu contoh, masih banyak pelaku kegiatan penambangan tradisional yang terjadi. Polanya, ada yang seperti Firdaus, menggali sumur baru di pekarangannnya sendiri ada juga yang menggali sumur baru di wilayah kerja Pertamian EP bahklan ada yang menyedot minyak dari sumur yang sudah digali Pertamina EP. BIasanya dilakukan dengan membongkar kepala sumur dan memanfaatkan cashing sumur yang sudah ada.
Jasa cenayang penunjuk sumber minyak pun semakin laku keras, apalagi sudah banyak yang terbukti menghasilkan. Meski banyak juga mungkin yang tidak mendapatkan apa-apa (dry hole). []