Jakarta-TAMBANG. Pemerintah menyatakan penghematan devisa yang diperoleh dari mandatori biodiesel 20% (B20) pada kuartal pertama tahun ini mencapai Rp2,85 triliun. Tahun ini, penghematan devisa dari mandatori ini ditargetkan mencapai US$2 miliar.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan, tahun ini, penyaluran unsur nabati (fatty acid methyl eter/FAME) biodiesel ditargetkan mencapai 6,48 juta kiloliter (KL). Sampai Maret lalu, untuk dalam negeri, realisasi penyalurannya sebesar 710.103 KL untuk biodiesel bersubsidi maupun nonsubsidi.
“Kalau dikonversikan dengan MOPS, maka setara menghemat devisa Rp 2,85 triliun,” kata dia dalam jumpa pers akhir pekan lalu, di Jakarta.
Direktur Bioenergi Sudjoko Harsono Adi menuturkan, jika dibandingkan kuartal pertama tahun lalu, realisasi penyaluran sampai Maret 2016 ini naik signifikan. Pada kuartal pertama tahun lalu, lantaran terkendala adanya penghilangan subsidi biodiesel, penyaluran FAME hanya mencapai 200 ribu KL.
“Tahun ini bisa niak sampai empat kali lipat karena ada dana subsidi dari BPDPKS (Badan Penyaluran Dana Perkebunan Kelapa Sawit),” tutur dia. Target penyaluran biodiesel tahun ini 6,48 juta KL, rinci dia, terbagi untuk yang bersubsidi termasuk untuk PT PLN (Persero) 3,6 juta KL dan nonsubsidi 2,8 juta KL. Dengan realisasi sampai Maret sekitar 710 ribu KL, diakuinya target tersebut menjadi tantangan bagi pihaknya untuk bisa direalisasikan.
Serapan FAME 710 ribu KL ini terdiri dari untuk BBM bersubsidi 602.601 KL dan nonsubsidi 107.502 KL. Dengan realisasi penyaluran solar bersubsidi sampai Maret lalu sebesar 3,4 juta KL, maka capaian mandatorinya baru 17,72 persen atau masih di bawah target 20%. Demikian juga dengan solar nonsubsidi, capaian mandatori baru 10,75 persen dengan realisasi konsumsi solar 1 juta KL.
Karenanya, lanjut Sudjoko, pihaknya akan melakukan inspeksi mendadak untuk mengetahui badan usaha mana saja yang belum menyalurkan biodiesel 20 persen. Hal ini akan diterapkan baik bagi badan usaha yang menyalurkan BBM bersubsidi maupun nonsubsidi. “Kalau semua badan usaha laksanakan mandatori, target 6,48 juta KL bisa dicapai,” tutur dia.
Meski demikian, pihaknya tidak akan langsung mengenakan denda kepada badan usaha yang tidak menyalurkan B20. Pihaknya akan mengevaluasi terlebih dahulu penyebab tidak tercapainya target tersebut. Sesuai peraturan yang berlaku, jika tidak mencapai mandatori, badan usaha akan dikenai denda Rp 6.000 per liter.
“Ada pengecualian kalau tidak ada suplai biodiesel atau infrastruktur belum siap, itu nanti dievaluasi oleh tim. Jadi tidak langsung didenda daripada badan usaha keberatan kemudian tidak mau menyalurkan biodiesel,” jelas dia.
Selain itu, tambah Sudjoko, pihaknya tengah mengkaji pemberian semacam subsidi bagi biodiesel nonsubsidi. “Salah satu yang diwacanakan yakni pengenaan green tax bagi BBM agar harganya lebih tinggi. Namun, rencana ini masih pada tahap simulasi di internal kementerian,” pungkasnya.