Selain membutuhkan kucuran biaya besar, kegiatan eksplorasi panas bumi juga memiliki tingkat risiko yang amat tinggi. Demi menggenjot minat investor, kini Pemerintah menginisiasi skema baru dengan mengambil alih urusan eksplorasi.
“Pemerintah menyediakan skema pembangunan pembangkit listrik panas bumi, di mana aktivitas eksplorasi dilakukan oleh Pemerintah,” tutur Menteri ESDM Arifin tasrif saat menghadiri acara Digital Indonesia International Geothermal Convention (DIIGC) 2020 secara virtual, Selasa (8/9).
Selain itu, Pemerintah juga sedang menggodok regulasi khusus yang mengatur soal harga jual listrik dari panas bumi melalui Peraturan Presiden. Tujuan pengaturan harga agar angka investasi panas bumi mampu mencapai level keekonomian.
“Ini dilakukan untuk menarik investasi di sektor energi baru terbarukan, termasuk pada pengembangan panas bumi,” Ujar Arifin.
Sebelumnya, Pemerintah telah menyediakan berbagai insentif fiskal untuk pengembangan bisnis sektor panas bumi, namun suntikan ini belum secara signifikan menarik minat investor, mulai dari tax allowance, pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), hingga pengecualian bea masuk impor.
Kemudian, Pemerintah juga sudah memberikan peluang pada pengembangan panas bumi di area yang sebelumnya terlarang, seperti hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konversi. Tapi, demi mengurangi potensi resistensi masyarakat lokal, Pemerintah meminta agar kontraktor loyal dalam melakukan kegiatan-kegiatan pemberdayaan.
“Sesuai yang tercantum dalam UU (Nomor 21 tahun 2014), pembangunan panas bumi dapat dilakukan di area hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi. Kami juga mengimbau kontraktor untuk melakukan program kesejahteraan masyarakat dan CSR,” tutur Arifin.
Lebih lanjut, ia mengatakan, energi panas bumi adalah salah satu dari tulang punggung suplai energi nasional di masa depan. Dengan potensi lebih dari 23,9 gigawatt, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia. Namun, realisasinya hingga saat ini baru mencapai 2,13 gigawatt atau 8,9% saja.
Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Pemerintah menargetkan kapasitas terpasang panas bumi mencapai 7.000 megawatt pada 2025. Selain itu, pemerintah juga memasang target sebesar 23 persen energi baru dan terbarukan pada bauran energi tahun 2025.