JAKARTA, TAMBANG – Selama 2021, volume impor baja mengalami kenaikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kenaikan mencapai 23 persen atau setara 4,8 juta ton. Sementara tahun 2020 volume impor hanya 3,9 juta ton.
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Anggawira menyayangkan kenaikan impor tersebut. Padahal menurutnya saat ini industri baja dalam negeri sedang berupaya meningkatkan kinerjanya meski pandemi Covid-19 belum usai.
Menurut Anggawira, ada beberapa hal yang mendorong terjadinya peningkatan impor, di antaranya praktik unfair trade yaitu dengan melakukan dumping dan pengalihan pos tarif.
“Ada upaya-upaya dari importir yang selama ini mendapatkan keuntungan besar dari mekanisme impor yang tidak rela dengan berkembangnya industri baja nasional dan mencari kambing hitam. Ini perlu diklarifikasi oleh BPP Ginsi yang sudah memberikan statement secara terbuka, siapa perusahaan pelat merah yang disebutkan,” katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (26/1)
“Perlu ada ketegasan pemerintah dalam mengatur, Krakatau Steel saat ini juga dalam posisi baik dan makin membaik artinya selama ini pengetatan importasi adalah hal yang baik,” imbuhnya.
Anggawira melanjutkan, produsen baja nasional berharap agar pemerintah memperketat ijin impor untuk produk-produk yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri. Menurut dia, bila kuota tidak segera dikendalikan, maka peningkatan impor akan terus berlangsung sampai tahun ini. Hal tersebut akan berakibat pada terganggunya investasi yang sudah dilakukan di industri baja Indonesia.
“Jika memang ada hal-hal yang mengupayakan pemerintah melalui kementerian terkait dalam menekan laju importasi baja, lebih baik diungkapkan saja secara terbuka. Ini yang kami harapkan karena dalam situasi sekarang kita perlu upaya bersama dari stakeholder, apalagi di dunia usaha untuk membangun kemandirian industri nasional kita,” ujarnya.
Anggawira menegaskan, pelaku industri membutuhkan perlindungan yang dapat mendorong kesempatan bersaing secara adil dan melindungi investor industri baja melalui terciptanya iklim perdagangan yang lebih sehat.
“Apalagi industri baja sebagai mother of industry perlu diperkuat industri baja nasional dengan menekan laju impor yang selama berapa tahun belakangan dilakukan secara brutal-brutalan, ini diperlukan. Saya harap, Ginsi bisa juga mendukung upaya-upaya ini, bukan memberikan polemik yang kami rasa dari HIPMI ini bisa membuat situasi tidak kondusif,” ucapnya.
Untuk diketahui, Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) menyindir perusahaan baja pelat merah yang selama ini telah memperoleh berbagai kemudahan fasilitas ekspor logam maupun besi dari negara, namun industrinya tidak bisa berkembang optimal.