Jakarta,TAMBANG,- Perusahaan tambang timah plat merah, PT Timah,Tbk (TIN) akan tetap fokus untuk meningkatkan kinerja operasi di tengah ketidakpastian kondisi global. Hal ini disampaikan Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Timah,Tbk Fina Eliani saat menyampaikan kinerja perusahaan sepanjang kuartal I tahun 2024.
“Fokus Perseroan pada peningkatan produksi melalui penambahan alat tambang dan pembukaan lokasi baru, strategi recovery plan serta program efisiensi berkelanjutan secara perlahan berimbas pada perbaikan kinerja keuangan Perseroan sehingga membukukan laba
positif di kuartal I 2024 seiring perbaikan tata kelola pertambangan dan niaga timah Indonesia.” ungkap Fina seperti dikutib dari siaran pers yang diterima www.tambang.co.id pada Rabu (1/5).
Dari sisi operasional sampai dengan kuartal 1 2024, TINS mencatat produksi bijih timah sebesar 5.360 ton atau naik 29,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 4.139 ton. Adapun produksi logam naik 12,7% menjadi 4.475 ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3.970 ton.
Sementara penjualan logam timah turun 17% menjadi 3.524 ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4.246 ton. Kemudian harga jual rata-rata logam timah tercatat sebesar USD27.071 per metrik ton atau naik 1,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD26.573 per metrik ton. Dalam kurun waktu tersebut, TINS mencatatkan ekspor timah sebesar 91% dengan 6 besar negara tujuan ekspor meliputi Singapura (22%); Korea Selatan (14%); Amerika Serikat (11%); Jepang (9%); India (8%) dan Belanda (8%).
Kinerja Keuangan
Dari sisi kinerja keuangan, perseroan membukukan pendapatan sebesar Rp2,06 triliun. Dibanding kuartal I tahun lalu turun 5,3 %. Kuartal I tahun 2023, produsen terbesar timah Indonesia ini membukukan pendapatan sebesar Rp2,17 triliun. Hal ini ditopang oleh kenaikan harga jual rata-rata logam timah sebesar 1,9% dari USD26.573 per metrik ton di kuartal I 2023 menjadi USD 27.071 per metrik ton di kuartal I 2024. Juga penurunan harga pokok pendapatan sebesar 7,7 % dari Rp1,91 triliun di kuartal I 2023 menjadi Rp1,76 triliun di kuartal I 2024.
Di kuartal I 2024, Perseroan membukukan laba usaha sebesar Rp69,7 miliar lebih tinggi dari kuartal I 2023 sebesar Rp21,3 miliar dengan pencapaian EBITDA sebesar Rp335 miliar atau 101% dari kuartal I 2023 sebesar Rp333 miliar. Ini yang membuat dalam tiga bulan pertama tahun ini Perseroan sukses membukukan laba bersih sebesar Rp 29,55 miliar.
Posisi nilai aset Perseroan pada kuartal I-2024 tercatat sebesar Rp12,82 triliun. Sementara posisi liabilitas sebesar Rp6,46 triliun, turun 2,35% dibandingkan posisi akhir tahun 2023 sebesar Rp6,61 triliun. Hal ini terjadi karena berkurangnya interest bearing debt dan beban aktual. Kemudian posisi ekuitas juga naik 2,01% menjadi Rp6,37 triliun dibandingkan posisi akhir tahun 2023 sebesar Rp6,24 triliun.
Indikator keuangan Perseroan menunjukkan hasil yang baik, terlihat dari beberapa rasio keuangan penting di antaranya Quick Ratio sebesar 23,2%, Current Ratio sebesar 143,5%, Debt to Asset Ratio sebesar 50,3%, dan Debt to Equity Ratio sebesar 101,4%.
Manajemen pun optimis menatap masa depan. Saat ini harga rata-rata timah CSP di LME sejak Maret 2024 meningkat 12% menjadi USD
29.084 per ton dari harga rata-rata timah CSP di LME selama tahun 2023 sebesar USD 25.959 per ton. Diperkirakan harga timah versi Bloomberg akan bergerak pada kisaran USD 23.000 – 29.000 per metrik ton.
Sampai dengan kuartal 1-2024, Perseroan telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja operasi dan produksi diantaranya optimalisasi produksi tambang laut dan darat, optimalisasi peralatan tambang serta optimalisasi produksi dari sisa hasil pengolahan. Kemudian Perseroan juga berupaya mencapai target produksi dengan melakukan beberapa inisiatif strategis seperti peningkatan sumber daya dan cadangan secara organik/anorganik, optimalisasi penambangan dan pengolahan timah primer melalui peningkatan recovery, perbaikan tata kelola kemitraan penambangan, optimalisasi produksi melalui percepatan pembukaan lokasi baru serta efisiensi berkelanjutan di seluruh lini bisnis.
Harus diakui industri timah saat ini pun tengah dilanda ketidakpastian kondisi global. Kemudian juga terjadi penurunan stok di bursa LME dan Shanghai serta gangguan politik di negara-negara pengekspor logam timah yang menghambat rantai pasokan logam timah secara global sehingga menjadi salah satu penyebab kenaikan harga logam timah dunia di bursa LME.
Momentum ini akan dimanfaatkan dengan baik oleh BUMN pertambangan timah ini seiring dengan upaya meningkatkan kinerja produksi dan operasi secara signifikan ditengah perbaikan tata kelola pertimahan di Indonesia. Hasilnya sudah mulai terlihat dari capaian laba positif.