Jakarta, TAMBANG – PT Petrosea berhasil mengantongi total perolehan kontrak jangka panjang atau backlog sebesar USD1,012 miliar pada kuartal I 2018. Perolehan ini dihasilkan dari tanda tangan amendemen dan perpanjangan kontrak, dengan PT Indonesia Pratama dan PT Kideco Jaya Agung.
“Backlog kita per 1 Maret (2018) sudah USD1 miliar, itu menunjukan untuk sustainability usaha ke depan itu jauh lebih mapan. Dan fokusnya lebih ke eksekusi proyek,” beber Presiden Direktur Petrosea, Hanifa Indradjaya, setelah acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan, Senin (16/4).
Kontrak Petrosea dengan PT Indonesia Pratama berlangsung pada Januari 2018 dalam jangka waktu empat tahun. Targetnya, Petrosea mampu memprodukai 185,2 juta Bank Cubic Meter (BCM) untuk pengupasan lapisan tanah penutup, serta 83,2 juta ton batu bara.
Kontrak ini bernilai sekitar USD391,6 juta. PT Indonesia Pratama adalah anak usaha PT Bayan Resources Tbk, yang merupakan salah satu klien Petrosea untuk proyek pertambangan batu bara sejak 1999 sampai 2015.
Sementara kontrak dengan PT Kideco Jaya Agung, diteken pada Maret 2018 dan berdurasi selama lima tahun dengan nilai kontrak sekitar USD356,8 juta. Selama kontrak, Petrosea diharapkan dapat memproduksi 164 Juta BCM untuk volume pengupasan lapisan tanah penutup dan 38,5 juta ton batu bara.
Hanifa juga menjelaskan, masih ada kontrak-kontrak lainnya yang berhasil diraih dalam kuartal I 2018. Hanya saja, pihaknya belum bisa mempublikasikannya.
“Angkanya saya tidak bisa sebut. Tanda tangan kontrak sudah mulai banyak sejak awal tahun ini,” beber Hanifa.
Sebagai informasi, Petrosea dan PT Kideco Jaya Agung merupakan anak perusahaan dari PT Indika Energy Group. Sedangkan PT Indonesia Pratama adalah anak perusahaan dari PT Bayan Resources, yang sudah bekerjasama dengan Petrosea sejak lama.