Jakarta, TAMBANG – PT Arutmin Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon yang salah satunya diaplikasikan dalam penggunaan overland conveyor belt (OLC) dalam proses pengiriman batu bara. Sebelumnya, pengiriman batu bara ke Pelabuhan memakai dump truck.
“Sekarang kami ganti dengan OLC, kan pakai listrik. Itu gak ada emisi dari pembakaran mesin truk,” ucap Manager Safety Health Environment and Community (SHEC) R S Subiyakto saat ditemui di site Asam Asam, Kamis (24/10).
Menurut Subiyakto sebelum menggunakan OLC, anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) ini bisa mengirim batu bara ke Pelabuhan menggunakan truk hingga ratusan unit per bulan. Hal tersebut tentu menyumbang emisi yang cukup besar yang dihasilkan dari solar.
“Untuk kirim ke pelabuhan itu pakai truk. Sebulan itu berapa ratus truk untuk angkut sekian ratus ribu/juta batu bara. Bayangkan fuel-nya, ada emisinya,” jelas Subiyakto.
Selain untuk mengurangi emisi, penggunaan OLC juga dimaksudkan untuk mengurangi limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) yang ada di oli kendaraan, menjaga keselamatan pekerja serta lingkungan sekitar. Ini semua kata dia masuk dalam program dekarbonisasi yang sejalan dengan semangat transisi energi.
“Lalu faktor keselamatan, lingkungan, debu, limbah B3 kayak olinya. Itu kan sudah kita kurangi. Itu juga bisa juga dibicarakan sebagai transisi energi sebenarnya,” jelasnya.
OLC sendiri saat ini digunakan di site Asam Asam dan site Kintap yang berada di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Selain itu OLC yang sudah digunakan Arutmin sejak tahun 2013 ini juga sudah diterapkan di North Pulau Laut Coal Terminal (NPLCT) yang terletak di Kotabaru, Kalsel. “Kami sudah lakukan itu khususnya untuk Asam Asam, sebelumnya kami lakukan trucking,” beber dia.
Langkah lain yang dilakukan Arutmin untuk menekan emisi karbon adalah dengan mengelektrifikasi Pelabuhan yang tadinya menggunakan genset. Pelabuhan tersebut sekarang sudah menggunakan sumber listrik secara penuh dari PLN.
“Selain itu, Pelabuhan yang sebelumnya pakai genset, sekarang (di site) Asam Asam sudah tersambung dengan PLN. Artinya kita gak pakai genset lagi. Itu berkurang lagi kan penggunaan solar untuk genset,” tuturnya.
Subiyakto lalu menyampaikan bahwa ke depan, Arutmin juga tidak menutup kemungkinan untuk memanfaatkan danau bekas tambang menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung alias floating solar cell untuk menyongsong net zero emisssion pada tahun 2060. Listrik tersebut nantinya bisa disalurkan ke masyarakat sekitar.
“Nanti listriknya bisa untuk masyarakat sekitar. Itu kan impactnya yang dirasakan langsung masyarakat. Meskipun nanti akan perlu kajian-kajian ekonomis dan lebih dalam lagi,” tandasnya.