Jakarta, TAMBANG – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menegaskan, komitmen Pemerintah Indonesia untuk menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT) lebih besar dari energi fosil, tidak akan mundur .
Komitmen ini dituangkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), tahun 2025 sebesar 23 persen. Proses pengalihan pemanfaatan sumber energi berbasis fosil ke EBT)di Indonesia menurut Arcandra, memerlukan waktu, seperti yang juga terjadi di negara-negara Eropa dan China.
“Produksi batubara nasional kita sekitar 480 juta ton, 20-25 persen di antaranya untuk kebutuhan domestik, yang sebagian besar digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Lebih dari 50 persen pembangkit kita saat ini masih menggunakan batubara, tahun 2025 nanti Insya Allah 23 persen sumber energi kita berasal dari energi terbarukan, sisanya gas dan BBM,” ujar Arcandra, dalam keterangan resminya, Kamis (28/3).
Memanfaatkan sumber energi terbarukan sudah merupakan sebuah keharusan, bukan lagi sebuah pilihan. “Kita tidak mempunyai kebebasan untuk memilih. We don’t have any freedom untuk mengatakan kita mempunyai sumber energi lain. Ini bukan nice to have lagi, tapi need to have. Renewable energy itu need to have, karena resources itu makin lama makin habis,” tambah Arcandra.
Arcandra menjelaskan, mengapa saat ini Pemerintah Indonesia masih menggunakan bat ubara sebagai sumber energi. Pengalihan sumber energi dari batu bara menjadi EBT, akan dilakukan secara bertahap seperti yang dilakukan negara-negara Eropa dan China, mereka mengalihkan sumber energinya setelah ekonomi mereka berjalan.
“Negara Eropa maju, memulai revolusi industrinya dengan menggunakan batu bara sebagai sumber bahan bakarnya, setelah ekonominya jalan itulah jalan menurun, sedikit demi sedikit mereka mulai meninggalkan batu bara.Mereka meninggalkan batu bara setelah engine of economic mereka berjalan. Demikian pula dengan China, pada awal-awal mereka tumbuh banyak beroperasi PLTU-PLTU batubara sebagai sumber energi listrik mereka untuk menghidupkan industrinya, sehingga saat itu Beijing memiliki tingkat polusi udara yang tinggi, namun sekarang setelah engine of economic mereka jalan, mereka mulai meggunakan renewable energy,” ungkap Arcandra.