JAKARTA, TAMBANG – Anggota Komisi VII DPR RI, Edy Soeparno mengatakan wacana pemerintah untuk beralih ke energi baru terbarukan memang terobosan yang inovatif, tapi hal tersebut tidak ujug-ujug harus meninggalkan energi fosil. Menurutnya, energi fosil dan non fosil harus seimbang.
Hal ini disampaikannya saat menghadiri “Diskusi Media: Krisis Batu Bara Dalam Negeri, Quo Vadis Tata Kelola Batu Bara” yang diselenggarakan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (IKAFH Undip), Rabu, (26/1).
“Hari ini lagi gencar energi baru terbarukan. Tidak mungkin Indonesia langsung loncat dari fosil ke non fosil. Kedepannya kita kembangkan fosil dan juga energi terbarukan,” kata Edy.
Edy kemudian menjelaskan bahwa potensi dari kedua sumber energi tersebut sangat mungkin dikembangkan secara berbarengan, mengingat Indonesia memiliki sumber energi bersih yang melimpah. Sementara untuk mengakali emisi yang dikeluarkan batubara, dia menyarankan percepatan pengembangan Carbon Capture and Storage.
“Potensi Geothermal juga besar. Dan kita kembangkan carbon capture sehingga kita bisa menggunakan energi fosil, jelas Edy.
Edy lantas menyinggung rencana pemerintah yang akan membubarkan PLN Batubara (PLN BB). Menurutnya, pemerintah harus mengaudit dulu perseroan anak usaha PLN tersebut agar tidak ada yang dirugikan.
“PLN BB itu hanya mensuplai 20 persen PLN. Kita minta diaudit dulu PLN BB agar tidak rugi. Karena isu yang berkembang adalah PLN BB tidak memiliki kontrak panjang, dia selalu jadi trader,” paparnya.
Pada kesempatan ini, Ekonom Senior, Faisal Basri juga memiliki pandangan yang sama. Menurutnya, PLN BB sangat membantu kinerja PLN dalam menggunakan batubara sebagai bahan pembangkit listrik.
Faisal menuturkan bahwa salah satu tugas trader adalah mengklasifikasi jenis dan kadar batubara yang hasilnya sudah siap pakai.
“Trader jangan dibunuh. Ini banyak penambang batubara dan beragam jenis, kadar. Itu bukan PLN yang sibuk milihnya. PLN butuh trader. Fungsi trader ada di mana-mana. Tugas trader memilih batubara dan menjual kemanapun dengan step-step tertentu,” jelas Faisal.
Sebagai informasi, diskusi juga menghadirkan narasumber lain, di antaranya Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, Pengamat Ekonomi Energi, Fahmy Radhi, Ketua Umum IKAFH Undip, Ahmad Redi dan Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Aryanto Nugroho.