Bakan, TAMBANG – Komisi VII DPR RI meminta aparat hukum untuk menghentikan semua aktifitas penambangan ilegal di Bakan, Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara (Sulut). Serta memproses hukum pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap kejadian itu.
Penegasan itu disampaikan pimpinan Komisi VII DPR RI, Bara K. Hasibuan, yang meninjau langsung lokasi longsor di Bakan. Ia juga meminta segera dicarikan jalan keluar yang terbaik agar masyarakat setempat mendapatkan pekerjaan, untuk mendukung kehidupan perekonomian mereka dengan proses yang benar.
“Kejadian longsor yang menyebabkan korban meninggal di penambangan ilegal Bakan ini harus menjadi wakeup call untuk segera menyelesaikan masalah PETI tidak saja di Bakan tetapi seluruh Indonesia. Sementara khusus untuk Bakan adalah menghentikan segala aktivitas penambangan ilegal. Penegakan hukum harus berjalan,” kata Bara di lokasi penambangan ilegal, Kamis (21/3).
Saat melakukan kunjungan kerja spesifik didampingi oleh Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke Site Bakan yang dikelola oleh PT J Resources Bolaang Mongondow (JRBM) di Bolmong ini, Bara K Hasibuan mengapresiasi dukungan yang dilakukan JRBM dan KESDM, menangani musibah longsor ini.
“Dari penjelasan yang disampaikan terlihat bahwa pihak JRBM telah melakukan berbagai upaya pencegahan mulai dari cara persuasif sampai ke represif bersama aparat keamanan melakukan penertiban. Kami mengapresiasi JRBM yang turut terlibat dalam proses evakuasi PETI bahkan tidak hanya bantuan tim rescue tetapi juga alat berat,” lanjut politisi PAN ini.
Sementara Kepala Inspektur Tambang Kementerian ESDM, Sri Raharjo, yang turut hadir mendampingi Komisi VII DPR RI mengatakan pihaknya telah melakukan investigasi pasca kejadian ini.
“Dari hasil investigasi dan juga rekomendasi dari Basarnas disimpulkan bahwa proses evakuasi sudah tidak bisa dilanjutkan lagi karena membahayakan relawan,”kata Sri Raharjo.
Dalam kunjungannya ke site Bakan JRBM, Sri Raharjo juga menyampaikan bahwa JRBM sebagai sebuah perusahaan tambang nasional sudah termasuk perusahaan yang taat terhadap aturan yang berlaku terkait kegiatan operasi pertambangan.
Sementara itu, Presiden Direktur JRBM Edi Permadi, mengatakan, dalam melaksanakan kegiatan pertambangan, JRBM selalu mengikuti kaidah-kaidah keselamatan pertambangan dan perlindungan lingkungan yang berlaku dan diatur oleh pemerintah. Kegiatan operasi JRBM dilakukan dalam wilayah kerja sesuai Studi Kelayakan, AMDAL dan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya yang telah mendapatkan persetujuan dari Kementerian ESDM.
Ia juga membenarkan bahwa lokasi tambang illegal Busa berada di Wilayah konsesi JRBM sebagai Areal Penggunaan Lahan (APL).
“Laporan aktivitas PETI ini telah secara kontinu kami laporkan. Laporan terakhir kami yaitu pada awal tahun 2019. Bahkan Polisi pun telah menyatakan lokasi tambang tersebut ditutup. Namun tetap saja ada aktivitas penambangan PETI sampai kejadian longsor di 26 Februari 2019,” terang Edi.
Edi juga menjelaskan perusahaan saat ini membantu dan memfasilitasi keluarga korban yang akan ziarah ke lokasi longsor.
“Kami akan membuka akses dan transportasi untuk membantu keluarga korban ke lokasi longsor. Kami menghormati kebiasaan masyarakat setempat baik dari sisi agama maupun dari sisi tradisi melakukan ziarah atau mendoakan arwah, namun sesuai regulasi hal tersebut tetap harus dilakukan dibawah koordinasi Kepala Teknik Tambang. Atas kejadian ini, kami turut prihatin dan berduka atas timbulnya korban jiwa. Kami berharap kejadian ini tidak terulang lagi,” pungkas Edi.