Jakarta, TAMBANG – Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, KLHK, Sigit Reliantoro menyebut, sistem keberlanjutan perusahaan tambang sebanding dengan industri-industri lain. Bedanya, perusahaan tambang lebih unggul di bidang pengelolaan aneka ragam hayati dan air.
“Industri lain itu unggul dalam isu perubahan iklim dan valuasi ekonomi sumber daya alam. Pertambangan itu lebih unggul dalam mengelola keanekaragaman hayati dan air,” kata Sigit dalam sebuah diskusi ‘Smart Mining and Sustainability in Indonesia’ yang diselenggarakan SAP dan Majalah TAMBANG, beberapa waktu lalu.
Sigit kemudian menyampaikan soal sistem penilaian yang dilakukan kementerian LHK terhadap perusahaan tambang dalam ajang Proper. Menurutnya, inovasi yang dinilai dalam ajang keberlanjutan lingkungan itu ada tiga tingkatan.
“Pertama adalah inovasi yang berkaitan dengan komponen sistem. Jadi hanya menambah alat, sehingga menjadi lebih baik atau membuatproduk baru atau memperbaiki proes. Itu kita nilai di komponen sistem,” ungkapnya.
Level kedua adalah kalau sudah dikaitkan dengan value chain. “Jadi sudah bisa mempengaruhi seluruh suplai chainnya untuk menjadi lebih baik. itu nilainya lebih baik lagi. Kemudian menerapkan extended producer responsibility,” jelasnya.
Level ketiga terletak di sitem level, di mana perusahaan sudah mampu membentuk limbah dari menjadi bahan baku lain.
“Itu sudah terintegrasi. Itu kalau dia sudah masuk di sistem level dan nilainya yang tertingg,” papar Sigit.
Karena itu, perusahaan yang sudah menerapkan smart mining dalam hal ini masih tahap yang pertama dalam penilaian Proper. Perushaan tambang belum mengaitkan dengan suplly chain sehingga KLHK akan menggunakan pendekatan life cycle assesment.
“Life cycle assesment ini masih pada taraf raw material belum dikonekan dengan produksi, distribusi, pemakaian dan lain sebagainya. Padahal tools ini banyak sekali keuntungan kalau digunakan sebagi cara untuk mencari cara inovasi, cara untk memperbaiki lingkungan dan bisnisnya,” jelasnya.
Sementara, Direktur Utama Majalah TAMBANG, Atep Abdurofiq menyebut bahwa keberlanjutan di sektor tambang merupakan isu fundamental yang harus diperhatikan oleh semua pihak.
Menurutnya, selain isu pemanasan global, maraknya konflik sosial yang terjadi di masyarakat yang disebabkan pengelolaan lingkungan juga merupakan hal yang harus dibenahi secara serius.
“Jadi pelaku usaha karena kita di sektor pertambangan tentu ini dituntut untuk mengambil tindakan nyata agar bagaimana kemudian menjalankan bisnis ini secara berkelanjutan. Terutama soal ESG, bagaimana lingkungan, sosial, dan tata keloa ini menjadi perhatian kita bersama dan perhatian semua pihak saya kira,” jelasnya.