Beranda ENERGI Migas KKKS Migas Tak Mau Pusing Masalah Sosial

KKKS Migas Tak Mau Pusing Masalah Sosial

ilustrasi

Jakarta, TAMBANG – Direktur Hulu PT. Pertamina, Syamsu Alam, mengatakan, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) Migas, enggan dipusingkan dengan masalah sosial, seperti penyerobotan dan pengeboaran sumur oleh penambang liar.

 

“KKKS sebagai investor bertugas mengebor minyak dan gas bumi. Kami harus minta bantuan kepada penegak hukum untuk mengatasi masalah itu. Kami tidak mungkin berhadapan dengan masyarakat. Lagipula, tak mungkin nungguin sumur selama 24 jam. Memikirkan minyak keluar juga setengah mati,” kata Syamsu Alam.

 

Syamsu menjelaskan, penyerobotan dan pengeboran minyak pada asset milik negara adalah tindakan melawan hukum.  Sesuai UU Migas Nomor 22 Tahun 2001, ancaman terhadap pelakunya adalah pidana lima tahun dan ancaman denda hingga Rp 60 miliar.

 

“Bila sudah melawan hukum, tugas aparat keamanan yang menangani,” tukasnya.

 

Syamsu juga mengatakan, PT Pertamina EP (PEP) sebagai anak usaha Pertamina adalah kontraktor yang diberi hak mengelola wilayah kerja milik negara. Namun, tak semua sumur bisa diamankan oleh PEP.

 

“Ini objek vital nasional (obvitnas) yang memerlukan bantuan pengamanan dari aparat keamanan terkait,” ujarnya.

 

Sementara itu, Amin Sunaryadi, Kepala SKK Migas, saat peresmian Proyek Pengembangan Paku Gajah di Muara Enim, mengatakan, SKK Migas mengawal dan mengawasi kegiatan operasional KKKS. Dalam kasus penyerobotan sumur minyak yang berada di wilayah kerja Pertamina EP Asset 1 Field Ramba, menurut Amien, SKK Migas bekerja sama dengan KKKS meminta bantuan polisi dan TNI.

 

“Secara teknis, untuk penutupan sumur dilakukan oleh KKKS dan SKK Migas, sedangkan untuk pengamanan dari aparat,” kata Amin Sunaryadi.

 

Terkait masih adanya penambang liar yang  berupaya membuka sumur yang sudah ditutup pihak KKKS, Amien mengatakan,  penyelesaiannya harus dilakukan secara praktikal dan konsepsional. Secara konsepsional perlu ada peningkatan kesejahteraan umum bagi masyarakat setempat. Pemerintah daerah bisa bekerja sama dengan KKKS dalam kegiatan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

 

“Ada dana dari CSR, ada juga yang bisa dibebankan melalui PPO (program penunjang operasi)  yang masuk cost recovery,” tukasnya.

 

Sementara itu, dari sisi praktikal, lanjut Amin, operasi migas harus efisien. Produksi migas harus tinggi agar penerimaan negara juga meningkat sehingga dana bagi hasil (DBH) untuk daerah penghasil migas juga meningkat.

 

“Kalau peneriman negara bagus, pemerintah bisa bantu pembangunan yang akan  meningkatkan kesejahteraan umum. (Sumur) ditutup tapi tak ada solusi, perut lapar,” pungkas Amin.