Beranda Tambang Today Ketua DPR RI; Kebijakan Larangan Ekspor Tidak Perlu Dipercepat

Ketua DPR RI; Kebijakan Larangan Ekspor Tidak Perlu Dipercepat

Jakarta,TAMBANG, Terkait kebijakan Pemerintah mempercepat larangan ekspor bijih nikel pada 1 Januari 2019 mendapat respon wakil rakyat. Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2017 yang memuat ketentuan pelarangan ekspor bijih nikel kadar rendah mulai 2022 masih relevan.  Oleh karenanya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menurutnya tak perlu mengeluarkan peraturan menteri untuk mempercepat pelarangan ekspor tersebut menjadi akhir Desember 2019.

 

Bambang menjelaskan sesuai dengan yang disampaikan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), bahwa dari sisi pengusaha tambang nasional, mereka masih membutuhkan kuota ekspor sampai 2022.

 

“DPR RI akan segera mengirim surat kepada Kementerian ESDM sebagai respon atas penjelasan Dirjen Mineral dan Batu Bara yang siang ini mengumumkan bahwa Kementerian ESDM akan mengeluarkan Peraturan Menteri yang intinya menghentikan insentif ekspor nikel bagi pembangunan smelter per tanggal 1 Januari 2020,” ujar Bambang usai menerima pengurus APNI, di ruang kerja Ketua DPR RI, Jakarta, Senin (02/09/19).

 

Bendahara Umum DPP Partai Golkar 2014-2016 ini meminta Kementerian ESDM lebih sensitif lagi dalam mendukung kelangsungan pengusaha tambang nasional. Jangan sampai karena kebijakan yang terburu-buru, malah menyebabkan kerugian besar bagi pengusaha nasional. Karena itu, Kementerian ESDM perlu membangun dialog dan kesepahaman dengan para pelaku tambang nasional.

 

“Dari perhitungan APNI, apabila pelarangan ekspor tersebut dipercepat, akan ada potensi kehilangan penerimaan negara dari ekspor sebesar USD 191 juta. DPR RI melalui Komisi XI akan mendalami hal ini, karena menyangkut potensi penerimaan negara,” tutur pria yang biasa disebut Bamsoet.

 

Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini menjelaskan bahwa tugas pemerintah bersama DPR RI adalah mendistribusikan keadilan, baik itu keadilan sosial maupun ekonomi. Termasuk melindungi pengusaha nasional agar tetap bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

 

“Kita tidak anti terhadap investor asing. Namun, jangan karena kondisi tata kelola niaga yang tidak bagus, justru membuat pengusaha nasional gulung tikar. Karena itu perlu regulasi dan aturan main yang jelas dari pemerintah untuk memastikan hadirnya keadilan ekonomi. Agar investor dan pengusaha nasional bisa sama-sama diuntungkan. Jangan sampai kita memberi karpet merah terhadap investor asing dengan cara menyingkirkan pengusaha nasional,” pungkas Bamsoet.

 

Sementara Sekretaris Umum Asosiasi Pertambangan Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey menyebutkan selain menghilangkan potensi penerimaan negara dari ekspor, Pengusaha smelter yang sedang membangun smelter juga akan mengalami kerugian. Dari 16 smelter yang sedang dibangun jika terganggu akan menderita kerugianhingga Rp 50 triliun.

 

“Progres pembangunan 16 smelter sudah 30 persen. Target kami selesai pada tahun 2022 sesuai PP No. 1 Tahun 2017. Modal pembangunan tersebut salah satunya didapat dari keuntungan mengekspor nikel. Jika pelarangan ekspor dipercepat, pembangunan smelter tidak bisa dilanjutkan,”terang Meidy.

 

Jika ini yang terjadi maka ada sekitar 15.000 tenaga kerja lokal yang berada di 16 smelter bakal dirumahkan. Tidak beroperasinya 16 smelter di tahun 2022 juga membuat negara kehilangan potensi penerimaan mencapai USD 261,273 juta per tahun dari output produk smelter berupa NPI/FeNi.

 

APNI menurut Meidy saat ini juga tak bisa menjual bijih nikel ke investor asing yang membangun smelter di dalam negeri. Alasannya karena selisih harga yang sangat rendah dibanding ekspor.

 

Sebagai gambaran, harga wet metric ton (WMT) free on board Tongkang (lokal) bijih nikel kadar Ni 1,7 persen sebesar USD 15, sedangkan harga free on board vessel (expor) sebesar USD 35. Jika dijual di market domestik, APNI mengaku rugi karena cost produksinya saja mencapai USD 16,57 WMT, diluar biaya perizinan, pembangunan sarana, PPN dan lainnya.

 

Dalam pertemuan ini Ketua DPR RI ditemani Anggota Komisi IV DPR RI Robert Kardinal, Anggota Komisi VII DPR RI Fadel Muhammad, Anggota Komisi XI DPR RI Maruarar Sirait dan Mukhammad Misbakhun.

 

Sementara Pengurus APNI yang hadir antara lain, Ketua Umum Komjen Pol (purn) Insmerda Lebang, Wakil Ketua Umum I Wiratno, Sekretaris Umum Meidy Katrin Lengkey, Bidang Humas Tri Firdaus, Bidang Perizinan Al Maodudi, Bidang Lingkungan Maria Chandra dan Bidang SDM I.D. Susantyo.