Jakarta, TAMBANG – Kehidupan manusia tidak bisa lepas dengan hasil tambang. Namun bisakah pertambangan menerapkan pembangunan berkelanjutan ?
Pertanyaan tersebut menjadi tema diskusi yang diadakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Museum Kehutanan, Kamis (19/9). Hadir dalam diskusi itu, Direktur Operasi dan Produksi PT. Aneka Tambang (Antam), Hartono, General Manager HSE, Risk Managemen & Crisis Team Leader PT Adaro Energy Tbk, Rusdi Husin, dan Direktur Mining and Metals Industry Indonesia (MMI) Inalum, Ratih Amri.
Diskusi dipimpin oleh Kepala Pusat Standarisasi LHK, Kementerian LHK, Noer Adi Wardojo.
Direktur Antam, Hartono mengungkapkan, aktivitas penambangan harus menerapkan good mining practise agar bisa memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi manusia. Salah satu pilarnya adalah peduli terhadap lingkungan.
Menurutnya, untuk dapat menilai perusahaan tersebut baik atau tidak, dengan program penilaian kinerja perusahaan (Proper) yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan dan Kehutanan.
Proper merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong para pelaku usaha menjalankan aktivitas bisnis yang beretika, berwawasan lingkungan, dan bertanggung jawab. Informasi mengenai kinerja perusahaan dikomunikasikan dengan menggunakan warna untuk memudahkan penyerapan informasi oleh masyarakat. Peringkat kinerja usaha terdiri dari Proper Emas, Hijau, Merah, Hitam.
“Antam di tahun 2017 mendapatkan Proper Emas dan Proper Hijau. Kemudian di tahun 2018 mendapatkan Proper Hijau,” ungkapnya.
Proper Emas diberikan untuk usaha dan/atau kegiatan yang telah secara konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan dalam proses produksi atau jasa, melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat. Sedangkan Proper Hijau untuk usaha atau kegiatan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan (beyond compliance) melalui pelaksanaan sistem pengelolaan lingkungan, pemanfaatan sumber daya secara efisien dan melakukan upaya tanggung jawab sosial dengan baik.
Lebih lanjut Hartono mengungkapkan, pembangunan berkelanjuran juga erat kaitannya dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Ia mengaku dari keuntungan Antam sebesar Rp 750 milyar di tahun 2018, dimana Rp 258 milyarnya dikeluarkan untuk program CSR.
“Antam berkomitmen dengan pengembangan masyarakat,” lanjut Hartono.
Hal yang sama juga disampaikan Ratih Amri, ia mengungkapkan pertambangan telah membuka peradaban baru. Dalam membuka peradaban baru ini ada banyak elemen serta memerlukan biaya yang tinggi dan membutuhkan upaya yang besar. Oleh karena itu adanya peradaban baru ini harus dilaksanakan dengan tanggung jawab.
“Harus ada responsible, harus ada good mining practise,” ungkap Ratih.
Menurut Ratih keberadaan tambang diharapkan dapat menghasilkan simbiosis mutualisme. Namun dalam hal ini perusahaan harus berfikir panjang, bagaimana masyarakat harus tetap hidup dan lebih maju meski kegiatan pertambangan tidak ada.
“Kami sudah memikirkan, supaya tidak ada ketergantungan keberadaan pertambangan,” lanjut Ratih.
Dalam kesempatan yang sama, Rusdi Husin mengungkapkan pembangunan berkelanjutan memiliki tiga komponen, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup harus dikelola dalam mengelola pertambangan. Di dunia pertambangan, sebelum tambang beroperasi harus memikirkan dan merencanakan bagaimana kegiatan pasca tambang.
Adaro memiliki berbagai program yang berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan, air bersih dan sanitasi yang layak, pendidikan berkualitas, kehidupan sehat dan sejahtera, energi bersih dan terjangkau. Kemudian pekerjaan layak bagi masyarakat di lingkar tambang dan pertumbuhan ekonomi.
“Contoh program adalah panel surya. Harapannya dapat mengurangi emisi karbon,” ungkap Rusdi.